ADVERTORIALPendidikan

Salman Al Farizy: Menjemput Mimpi dari Serpihan Kayu dan Jagung Keju

Di wajah tenangnya, tak banyak yang tahu bahwa Salman Al Farizy, mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris STKIP Taman Siswa Bima, menyimpan kisah perjuangan yang luar biasa. Putra seorang tukang kayu dan ibu rumah tangga ini menempuh perjalanan panjang menuju gelar sarjana dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,80, sebuah capaian yang ia sebut lahir dari “keringat, doa, dan keikhlasan.”


Lahir di Bima pada 5 September 2002, Salman adalah anak kedua dari enam bersaudara. Ayahnya, Junaidin, bekerja sebagai tukang kayu di Kelurahan Panggi, Kota Bima. Sementara ibunya, Rukmini, mengurus keluarga dengan kesabaran yang tak pernah surut. Dalam rumah kecil mereka, kerja keras dan kesederhanaan menjadi bahasa cinta sehari-hari.

“Sejak awal saya sadar, kuliah bukan hal mudah untuk kami. Tapi saya tidak mau menyerah karena keadaan,” katanya lirih, mengenang awal perjalanannya sebagai mahasiswa.

Kampus, Tempat Diri Ditempa

Selepas menamatkan pendidikan di MTsN 1 Kota Bima dan MA Assyafi’iyah Menggala Lombok Utara, Salman sempat bimbang menentukan pilihan kuliah. Jurusan impiannya tak tersedia di Bima, sementara merantau akan terlalu berat bagi ekonomi keluarga. Akhirnya, ia memilih STKIP Taman Siswa Bima, dan dengan sepenuh hati mencintai jurusan Pendidikan Bahasa Inggris.

“Saya belajar untuk tidak menyesali pilihan, tapi menjalaninya dengan sungguh-sungguh,” ujarnya.

Bagi Salman, kampus bukan sekadar ruang belajar teori, tapi kawah candradimuka tempat dirinya ditempa menjadi pribadi tangguh. Ia belajar tentang disiplin, tanggung jawab, dan kepedulian sosial.

Salah satu pengalaman paling berkesan baginya adalah ketika lolos ke Program Kampus Mengajar Angkatan 5. Ia berinteraksi langsung dengan anak-anak di sekolah pelosok, memahami realitas pendidikan dari jarak yang paling dekat. “Di sana saya belajar arti pengabdian,” tuturnya.

Bertahan dengan Jasuke dan Harapan

Di balik prestasinya, Salman pernah berada di titik sulit. Untuk menutupi kebutuhan sehari-hari, ia membuka usaha kecil menjual jagung susu keju (jasuke) di depan kampus. Saat teman-teman pulang kuliah, ia sibuk melayani pembeli di bawah terik matahari.

“Saya pernah merasa sangat lelah, tapi setiap kali teringat wajah orang tua, semangat itu kembali,” kenangnya.

Tantangan ekonomi sempat membuatnya hampir menyerah. Namun, di semester lima, sebuah keajaiban kecil datang. Ia mendapat bantuan pendidikan satu semester dari LAZDASI Kota Bima. Bantuan itu, katanya, “datang tepat di saat saya hampir kehabisan tenaga.”

Dari situ, ia semakin yakin bahwa setiap perjuangan, sekecil apa pun, akan menemukan jalannya menuju kebaikan.

Prestasi yang Lahir dari Kesabaran

Salman tidak hanya cemerlang di kelas. Ia juga dikenal aktif dan berprestasi di berbagai bidang.

Dalam dunia akademik, ia berhasil memublikasikan artikel ilmiah di jurnal terindeks SINTA, terlibat dalam penelitian kolaboratif hibah dosen, dan menjadi Terbaik 3 Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Pilmapres) 2023.

Ia juga menjuarai Lomba Syarhil Qur’an se-STKIP Taman Siswa Bima, menunjukkan keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan spiritual.

Di sisi lain, kepemimpinannya terbentuk lewat berbagai amanah organisasi: Sekretaris Jenderal DPM, Ketua II PMII Cabang Bima (2024–2025), dan Ketua IPNU Kota Bima (2025–2026). Ia juga dipercaya menjadi Ketua Panitia PKKMB dan Sekretaris Turnamen Voli se-Pulau Sumbawa.

Tak berhenti di sana, ia menambah wawasannya lewat program nasional seperti Youth Leadership Camp, Pelatihan Wawasan Kebangsaan Kemenpora RI, hingga menjadi Interviewer Litbang Kompas.

Semua pengalaman itu membentuknya menjadi sosok muda yang tangguh dan rendah hati. “Saya belajar untuk selalu bersyukur dalam keterbatasan, berjuang dalam kesederhanaan, dan memberi manfaat di mana pun berada,” katanya tenang.

Harapan Seorang Anak Tukang Kayu

Setelah menyelesaikan pendidikan S1, Salman berencana tetap berkhidmat di organisasi yang membesarkannya, sembari mempersiapkan diri melanjutkan studi S2. Ia juga bermimpi mengajar, memberi kembali apa yang telah ia terima dari dunia pendidikan.

Lebih jauh, ia menitipkan pesan untuk pemerintah agar memperluas lapangan kerja dan pemberdayaan ekonomi lokal, agar anak muda Bima tidak harus meninggalkan tanah kelahiran untuk mencari masa depan.

“Banyak anak muda di sini punya semangat dan kemampuan, hanya butuh kesempatan,” ujarnya.

Menutup dengan Syukur

Bagi Salman, kesuksesan bukan tentang gelar atau penghargaan, tapi tentang bagaimana tetap manusiawi di tengah perjuangan.

“Saya hanya ingin membuat orang tua tersenyum, karena di balik setiap langkah saya, ada doa mereka yang tak pernah putus,” tuturnya sambil tersenyum.

Dari bengkel kayu ayahnya, hingga lapak kecil jasuke di depan kampus, Salman menulis kisahnya sendiri. Kisah seorang anak muda yang membuktikan bahwa ketulusan, kerja keras, dan iman masih menjadi jalan paling pasti menuju kesuksesan.

Dan pada Sabtu, 1 November 2025, ia akan berdiri di podium wisuda, bukan hanya sebagai sarjana pendidikan, tapi sebagai bukti hidup bahwa mimpi besar bisa tumbuh dari tanah yang sederhana. (*)

Berita Terkait

Back to top button