Mataram (NTBSatu) – Guru Besar Fakultas Hukum, Ilmu Sosial, dan Ilmu Politik Universitas Mataram (Unram), Prof. Sudiarto menyayangkan sikap Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal soal beredarnya undangan dari Staf Ahli Gubernur NTB Bidang Hukum dan Pemerintahan.
Pasalnya, melalui Kepala Dinas Kominfotik NTB, Yusron Hadi menegaskan, surat undangan kepada Tim Pansel Bank NTB Syariah dan Direktur Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) itu, tidak berdasarkan arahan Gubernur.
Padahal, undangan tersebut untuk mendalami informasi, sehubungan dengan maraknya dugaan pelanggaran prosedur dan ketidakobjektifan dalam seleksi pengurus Bank NTB Syariah.
“Tidak ada (arahan pimpinan),” tegas Yusron, Senin, 16 Juni 2025 malam.
Yusron menyampaikan, Gubernur sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP) membentuk Tim Pansel Bank NTB Syariah dengan mandat RUPS.
Sehingga, Pemprov tidak perlu meminta klarifikasi Pansel. Sebab, berdasarkan prosedur dan mekanisme yang berlaku, Pansel sudah melaporkan secara resmi seluruh hasil kerjanya kepada Gubernur.
“Dan hasil akhir Pansel adalah rekomendasi untuk diputuskan oleh Gubernur,” terangnya.
Prof. Sudiarto menilai, keputusan Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal tersebut mengabaikan inisiatif staf ahli.
“Kita sayangkan, saya pikir staf ahli bermaksud bagus untuk meminta keterangan dari Pansel, lalu mempertemukannya dengan para pakar dan pihak terkait,” ujarnya kepada NTBSatu, Selasa, 17 Juni 2025.
Menurutnya, langkah staf ahli merupakan bagian dari tugas strategis dalam memberikan pertimbangan kepada kepala daerah. Ia menyebut, tindakan gubernur justru berpotensi melemahkan peran staf ahli.
“Kalau sampai dipotong begitu, artinya gubernur tidak memanfaatkan ajarannya sebaik mungkin. Lagi pula staf ahli memang sepatutnya mengambil langkah itu, karena bagian dari tugasnya,” tambahnya.
Prof. Sudiarto bahkan mengungkapkan, salah satu anggota Pansel, Prof. Asikin, siap memenuhi undangan klarifikasi dari Pemprov.
“Saya ngobrol dengan Prof. Asikin, dia bilang siap hadir dan memberikan klarifikasi. Kita khawatir, jangan sampai gubernur lebih mendengarkan pembisik ‘honorernya’ daripada staf resmi yang punya legitimasi,” tegasnya. (*)