Ekonomi Bisnis

Kemendagri Soroti Lonjakan IPH NTB Tertinggi Nasional: Daerah Subur, Kenapa Harga Tidak Stabil?

Mataram (NTBSatu) – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatatkan Indeks Perkembangan Harga (IPH) tertinggi secara nasional, pada minggu pertama Desember 2025.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, M.App.Stat., menyampaikan, NTB menorehkan lonjakan IPH sebesar 6,12 persen. Lonjakan ini akibat kenaikan harga komoditas cabai rawit, daging ayam ras, dan cabai merah.

Provinsi lain yang juga mengalami kenaikan IPH cukup tajam antara lain Sumatra Barat 5,05 persen, Riau 4,8 persen, dan Aceh 4,44 persen.

“Secara umum, hampir semua provinsi mengalami kenaikan harga yang cukup signifikan dibandingkan minggu keempat November, khususnya NTB,” ujar Pudji dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi yang digelar Kemendagri RI, Senin, 8 Desember 2025.

Pudji juga menyebut, dua daerah di NTB masuk dalam 10 kabupaten/kota dengan kenaikan IPH tertinggi se-Indonesia. Yakni Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah.

Adapun komoditas yang mengalami kenaikan harga pada daerah tersebut adalah cabai merah, bawang merah, daging sapi, dan daging ayam ras. Selain itu, IPH komoditas beras di NTB juga masuk ke dalam daftar lima besar kenaikan nasional.

Minta Pemerintah Daerah Bergerak Cepat

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Tomsi Tohir menjelaskan, IPH merupakan indikator penting yang menunjukkan perkembangan harga barang dan jasa dalam periode harian atau mingguan.

Tomsi menyoroti sejumlah daerah yang mengalami lonjakan IPH cabai rawit cukup tinggi. Ia juga mempertanyakan intervensi pemerintah daerah yang dinilai belum optimal.

“Lombok Tengah, Pacitan, Trenggalek ini kan daerah yang subur. Cabai yang ada di tanam di pot bisa langsung tumbuh. Apakah kepala daerah atau kepala dinasnya tidak memiliki keinginan agar harganya stabil? Coba perhatikan, ini daerah subur semua,” ujarnya.

IPH yang tinggi menjadi sinyal dini tekanan inflasi yang harus segera diantisipasi. Beberapa implikasi utama dari lonjakan IPH antara lain daya beli masyarakat melemah, beban ekonomi bertambah dan adanya peningkatan inflasi.

Ia berharap, pemerintah daerah harus bergerak cepat, TPID dan pemerintah daerah perlu melakukan intervensi seperti operasi pasar murah. Kemudian, menjaga kelancaran distribusi pasokan, inspeksi pasar untuk menindak spekulan atau penimbun.

“Secara keseluruhan, tingginya IPH menjadi alarm darurat stabilitas harga yang perlu penanganan segera untuk mencegah inflasi yang lebih dalam,” jelas Tomsi.(*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button