Permintaan Relaksasi Ekspor Konsentrat PT AMNT Belum Membuahkan Hasil, Pertumbuhan Ekonomi NTB Kembali Kontraksi

Pertumbuhan ekonomi NTB pada triwulan II kembali mengalami kontraksi, sebesar 0,82 persen. Sebagian besar penyebabnya akibat mandeknya ekspor tambang.
Kasus ini pun tidak menjadi pertimbangan Pemerintah Pusat memberikan izin ekspor kepada PT AMNT. “Kalau yang itu lebih kepada kondisi Smelter-nya, kalau di Freeport kan kebakaran, lain konteksnya,” bebernya.
Pertumbuhan Ekonomi NTB Terbawah Setelah Papua Tengah
NTB lagi-lagi menempati posisi buncit secara nasional dalam hal pertumbuhan ekonomi. Pada triwulan II tahun 2025 ini, pertumbuhan hanya 0,82 persen (yoy). Hanya lebih baik dari Papua Tengah yang terperosok hingga minus 9,83 persen.
Dibandingkan dengan triwulan I Tahun 2025, posisi pertumbuhan ekonomi NTB sebenarnya sedikit membaik, meski tetap saja minus.
Saat itu, kontraksi ekonomi NTB lebih dalam, yakni minus 1,47 persen (yoy). Pada triwulan II, kontraksi menipis menjadi minus 0,82 persen, terutama karena sektor non-tambang. Berbanding terbalik dengan industri pengolahan dan pertanian yang mulai menguat.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Wahyudin menyebut, ketika sektor tambang keluar dari perhitungan, ekonomi NTB justru tumbuh positif.
“Kalau sektor tambang dikeluarkan, ekonomi NTB justru tumbuh positif 6,08 persen. Naik dari kuartal I sebelumnya, 5, 57 persen. Artinya, mesin-mesin baru selain tambang mulai bergerak,” jelasnya pada pertengahan Agustus lalu.
BPS mencatat, sektor industri pengolahan melonjak 66,19 persen, didorong mulai beroperasinya Smelter PT Amman Mineral. Meski belum mendapat relaksasi ekspor.
“Hasil tambang yang keluar dari PT Amman langsung diolah oleh Smelter, dan itu tercatat sebagai output (keluaran, red) industri. Jadi wajar kalau industri pengolahan tumbuh sangat tinggi,” jelasnya. (*)