Kota Bima (NTBSatu) – Berjuluk Kota Tepian Air, Kota Bima tidak hanya menawarkan keindahan pantai atau lautnya.
Namun, Kota Bima juga terdapat wisata sejarah, seperti Makam Gunung Raja atau Dana Traha, Masjid Agung Sultan Muhammad Salahuddin dan Museum Asi Mbojo.
Makam Gunung Raja
Makam Doro Raja atau yang dikenal dengan Gunung raja adalah tempat pemakaman raja atau sultan bima beserta petinggi-petinggi kesultanan. Lokasinya berada di atas puncak perbukitan, pada ketinggian 50 MDPL.
Dalam kompleks Doro Raja, dimakamkan Sultan Abdul Kahir I. Kemudian, di sampingnya dimakamkan Sultan Muda Putra Abdul Kahir.
Terdapat juga makam Guru Agama Islam Sultan Abdul Kahir, Kadi Jalaludin. Lalu, Makam Sultan Hasanuddin, dan terbaru makam Sultan Bima ke XVI, H. Ferry Zulkarnain yang juga Bupati Bima 2005 – 2013.
Sekeliling makam diberi pagar besi yang kokoh mengapit beberapa makam utama serta beberapa makam lainnya
Pemakaman Kesultanan Bima Dana Traha dikelola dan ditata dengan rapi, sehingga tetap terjaga hingga saat ini.
Makam Dana Traha jadi destinasi wisata karena menyuguhkan dua dimensi berbeda. Pertama sebagai situs sejarah tentang riwayat kesultanan Bima, kedua, pemandangan view Teluk Bima suasana perkotaan yang mempesona.
Selain makam dana traha, ada pula Makam Tolobali. Dikutip dari beberapa sumber, di kompleks pemakaman ini tempat dimakamnya 3 kesatria yang pernah memimpin tanah bima. Di antaranya Sultan Abdul Khair Sirajuddin Sultan Bima Ke 2 ,Sultan Nuruddin, sultan Bima ke 3 putera dari Sultan Abdul Khair Sirajuddin dan Sultan Jamaluddin,sultan Bima ke 4 putera dari sultan Nuruddin.
Para guru dan keturunan Melayu yang berjasa dalam menyiarkan agama islam di Bima, juga dimakamkan di kompleks pemakaman ini. Di antaranya, Syekh Umar Al Bantami atau Sehe Banta orang Bima mengenalnya yang berasal dari Banten, dan merupakan guru dari Sultan Nuruddin.
Masjid Sultan Muhammad Salahudin
Selanjutnya, Masjid Sultan Muhammad Salahudin yang menyimpan sejarah panjang.
Masjid ini merupakan satu kesatuan dengan alun-alun dan Istana Bima. Keadaannya yang utuh dan mendekati bangunan asli sekarang adalah berkat usaha Hj. St. Maryam R. Salahuddin.
Sultan kedua, Abdul Khair Sirajuddin merintis pembangunan masjid ini pada 15 Rajab 1050 Hijriyah 25 Juli 1649. Mesjid ini berdiri setelah 29 tahun Masjid Kalodu sebagai masjid pertama di Bima.
Menurut lukisan A.J. Bik tahun 1858 mengenai Teluk Bima tampak bahwa masjid Kesultanan yang kini bernama Masjid Sultan Muhammad Salahuddin memiliki atap bersusun tiga, adalah ahli waris Kesultanan Bima Putri Maryam dengan segala daya upaya berusaha mengumpulkan dana untuk menegakkan kembali bukti kejayaan Islam di Bima tersebut. Berkat jasa dan upaya beliau, masjid ini kembali dibangun pada tahun 1990.
Museum ASI Mbojo
Terakhir, Istana Bima Asi Mbojo yang sekarang telah menjadi Museum Bima merupakan monumen fisik terakhir kerajaan Bima. Bangunanya masih tampak anggun meskipun telah melintasi waktu yang cukup panjang.
Bangunan ini semata-mata bukan sebagai pusat pemerintahan di masa lalu, tapi sekaligus merupakan lambang identitas sebuah bangsa. Menurut sejarah, dari istana inilah, bendera merah putih pertama kali berkibar di Bima.
Istana Bima adalah bangunan eksotik bergaya Eropa. Istana ini mulai dibangun tahun 1927. Perancangnya adalah arsitek kelahiran Kota Ambon bernama, Rahatta. Beliau diundang oleh pemerintah kolonial Belanda ke Bima. Dalam menyelesaikan pembangunan Rehatta dibantu oleh Bumi Jero Istana hingga rampng pada tahun 1929.
Istana tersebut berupa bangunan permanen berlantai dua yang merupakan paduan arsitektur asli Bima dan Belanda.
Di dalam museum ini terdapat benda pusaka peninggalan Kesultanan Bima yang amat banyak jumlah dan jenisnya. Semua benda pusaka tersebut sudah terdaftar sebagai Benda Cagar Budaya. (*)