Daerah NTB

Lahan Sedikit, Pemkot Mataram tak Kirim Proposal Cetak Sawah Baru

Mataram (NTBSatu) – Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan sejumlah dana swakelola untuk menghadirkan 17 ribu hektare lahan cetak sawah baru di Provinsi NTB.

Kementan menargetkan produksi padi pada 2025 mencapai 56,05 juta ton atau setara target gabah kering giling (GKG).

Adapun target produksi pada 2024 mencapai 55,42 juta ton GKG. Dan pada tahun depan akan meningkat sebesar 0,63 juta ton.

Guna memenuhi kebutuhan tersebut, pada 2029 mendatang harus ada sekitar tiga juta hektare lahan sawah baru yang terbentuk di tanah air.

Tiap pemerintah kabupaten/kota pun mendapatkan tugas untuk mengirimkan proposal pengajuan terkait lahan potensial untuk menjalankan cetak sawah baru.

Merespons hal ini, Asisten II Setda, Kota Mataram, Miftahurrahman mengatakan Pemkot Mataram tidak mengusulkan program tersebut. Lantaran kondisi lahan kini semakin sempit.

“Jangankan untuk menciptakan sawah baru, untuk tambah lahan persawahan saja kita sulit. Bahkan, kawasan LSD (Lahan Sawah Dilindungi) kian merosot,” ujarnya, Selasa, 23 Juli 2024.

Alih Fungsi Lahan Tinggi, Kota Mataram Tak Bisa Cetak Sawah Baru

Ia menjelaskan, dulunya kawasan LSD di Kota Mataram sekitar 509 hektare. Namun kini ada usul perubahan yang membuat jumlahnya hanya 339 hektare.

Miftah menegaskan, pihaknya sudah bersurat ke Kementan, menjelaskan mengapa tidak ambil bagian dalam program tersebut.

“Melihat kontur wilayah Ibu Kota NTB ini, Mataram juga tidak memiliki gunung atau lahan perbukitan untuk lahan sawah baru,” jelasnya.

Berdasarkan data BPS Kota Mataram tahun 2023, pada masing-masing kecamatan di Kota Mataram, luas lahan pertanian hanya 1.472,72 hektare.

Kota Mataram sebagai Kota Metropolis juga tercatat sebagai wilayah tertinggi alih fungsi lahan, yakni 638,10 Hektare.

Miftahurrahman menjelaskan, ada tiga faktor mengapa terjadinya alih fungsi lahan pertanian.

Pertama, faktor eksternal imbas ke adanya dinamika pertumbuhan perkotaan (fisik maupun spasial), demografi dan ekonomi. Kedua, faktor internal seperti kondisi sosial ekonomi rumah tangga pertanian pengguna lahan.

Ketiga, faktor kebijakan yang terjadi karena aspek regulasi yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun daerah yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan pertanian.

“Berkurangnya lahan pertanian, sudah pasti menimbulkan dampak negatif yang sangat luas pada beberapa aspek. Contohnya, kita sangat bergantung pada asupan hasil bumi dari daerah lain,” tandasnya.

Show More

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button