Mataram (NTBSatu) – Menjelang pelaksanaan Pilkada serentak, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) menegaskan untuk melarang setiap Penjabat (Pj) Kepala Daerah untuk mundur karena ingin mengikuti Pilkada.
Menanggapi itu, Sekretaris Komisi I DPRD NTB Bidang Pemerintahan, Hukum, dan Hak Asasi Manusia Moh Rais Ishak mengatakan, setiap aturan yang diterbitkan oleh pusat, harus ditaati oleh stakeholder yang ada di daerah termasuk para Pj. Kepala Daerah.
“Dia (penjabat) harus ikuti aturan yang ada,” tegas Politisi Demokrat itu di ruang kerjanya Rabu, 15 Mei 2024.
Meski begitu, ia pun tidak menyoal perihal Pj. yang ingin maju dalam kontestasi lima tahunan nanti. Menurutnya itu tetap jadi hak warga negara.
“Soal semangatnya untuk maju sah-sah saja, yang penting dia tidak langgar aturan. Kemudian ada kekhwatiran dan keresahan berbagai pihak itu saya kira wajar, karena kan dia statusnya sebagai penjabat,” cetusnya.
Lebih jauh ia menilai, sepanjang pengamatannya Pj. kepala daerah, akan sah dikatakan maju sebagai Calon Kepala Daerah ketika sudah ditetapkan oleh KPU sebagai Calon Peserta Pilkada.
“Sekarang kan masih belum jelas, partai pun belum ada yang didapatkan,” ucapnya.
Untuk itu, ia berharap jika telah ditetapkan oleh KPU sebagai peserta Pilkada, maka harus mengikuti aturan yang ada. Dan jika regulasi yang baru saja ditegaskan oleh Mendagri untuk dilarang mundur dengan alasan maju Pilkada, ia juga mendukung.
Berita Terkini:
- Nelayan Sekaroh Lotim Menjerit, 10 Tahun PT Autore Merompak Mutiara Senilai Ratusan Miliar
- Polisi Minta BPKP Hitung Kerugian Negara Dugaan Korupsi Sewa Alat Berat Dinas PUPR NTB
- Pemkot Mataram Tidak Adakan Perayaan Tahun Baru 2025, Imbau Warga Tetap Waspada Cuaca Ekstrem
- Dr. Najam: 7 Tahun Berturut-turut NTB Raih Penghargaan Pemerintah Provinsi Informatif
- KPU NTB Tunggu Nomor Register MK Gugatan Rum – Innah
“Kalau keinginan kita kemudian mau mendorong untuk mundur, ya sepanjang itu aturannya memang seperti itu, memang harus mundur,” paparnya.
“Artinya kalau dia dilarang untuk mundur, ya dilarang untuk maju itu. Kita ingin praktekan ruang demokrasi ini lebih positif,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menegaskan kembali adanya pelarangan Pj Kepala Daerah mundur dengan alasan ingin mengikuti kontestasi Pilkada Serentak pada 27 November mendatang.
Dalam diskusi dengan Komnas HAM, Plh Dirjen Polpum Kemendagri, Togap Simangunsong mengatakan, hal tersebut merujuk pada netralitas penjabat kepala daerah dalam pilkada diatur Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, Walikota, menjadi Undang-Undang yang ditetapkan tanggal 1 Juli 2016.
“Pj kepala daerah ditunjuk pemerintah pusat sebagai pengisi kekosongan pimpinan daerah, tidak boleh menggunakan jabatan untuk politik praktis,” ujarnya.
Togap menjelaskan, mengacu pada pasal 7 ayat (2) huruf q, calon gubernur dan wakil gubernur, calon bupati dan wakil bupati, serta calon wali kota dan wakil wali kota harus memenuhi persyaratan. Persyaratan itu disebutkan pada ayat (1), kata mendagri, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut huruf q: tidak berstatus sebagai penjabat gubernur, penjabat bupati dan penjabat wali kota.
Ketentuan pada regulasi tersebut, lanjut Togap, mencegah penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat wali kota mengundurkan diri untuk mencalonkan menjadi gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota atau wakil wali kota.
“Seluruh penjabat kepala daerah harus bersikap netral dalam pelaksanaan pilkada,” tegasnya dilansir Metro TV, Rabu, 15 Mei 2024.
“Jadi sekarang Pak Menteri sudah menekankan, belum tentu Beliau itu menyetujui yang mundur kalau alasan nya untuk maju Pilkada. Karena kan mereka ditugaskan untuk menjadi Pj bukan Kepala Daerah definitif,” tambahnya. (ADH)