Mataram (NTBSatu) – Pakar ekonomi dari Universitas Mataram (Unram), Firmansyah, mengungkapkan bahwa persoalan inflasi bukan hanya dihadapi oleh Indonesia, tetapi juga negara-negara lain seperti Korea Selatan.
Menurut Firmansyah, tingginya harga bahan baku menyebabkan para petani terpaksa mengurangi bahan untuk menjaga harga jual produk.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan April 2024, Inflasi Harga Produsen Pertanian (IHP) secara year-on-year (yoy) mencapai 4,48%. Sedangkan sektor tanaman pangan mengalami (IHP) sebesar 5,30%.
Kenaikan IHP ini didorong oleh beberapa faktor, peningkatan harga input produksi, seperti pupuk, obat-obatan, dan pakan ternak, gangguan cuaca yang berakibat pada penurunan hasil panen dan peningkatan permintaan produk pertanian, baik domestik maupun global.
“Saat ini kita berada di era anomali, di mana harga di level petani atau produsen pertanian relatif rendah, tetapi di tingkat konsumen harganya relatif mahal,” jelas Firmansyah, yang juga pengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Unram.
Firmansyah mengatakan, kondisi ini menuntut peran pemerintah untuk menstabilkan harga dan menyejahterakan kedua pihak, baik konsumen maupun produsen.
Menurut Firmansyah, persoalan pertanian di Nusa Tenggara Barat dapat diatasi dengan beberapa langkah, seperti manajemen stok, keuangan dan diversifikasi produk.
Berita Terkini:
- Polres Sumbawa Amankan 2 Kilogram Sabu, Tiga Terduga Pelaku Ditangkap
- Kontribusi NTB ke PDB Nasional Rp90,05 Triliun, Sektor Pariwisata dan Pertanian Harus Dioptimalkan
- Penyaluran KUR di NTB Capai Rp5,3 Triliun hingga November 2024
- Profil ANTV, Satu Grup dengan TVOne hingga PHK Massal di Akhir 2024
- Pertumbuhan Ekonomi NTB Triwulan III 2024 Kokoh, Sektor Tambang Masih Jadi Andalan
“Para petani perlu memiliki tempat penyimpanan yang memadai untuk menunda penjualan ketika panen raya, sehingga mereka tidak terpaksa menjual hasil panen dengan harga murah,” jelas Firmansyah.
Selain itu, pemerintah perlu membantu akses modal kepada petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga mereka tidak terdesak untuk menjual hasil panen dengan harga rendah.
“Pemerintah perlu menyentuh aspek-aspek ini dalam rangka manajemen stok dan diversifikasi produk,” tegas Firmansyah.
Secara terpisah, salah satu petani yang ada di Mataram, Firdaus masih mengkhawatirkan lambatnya implementasi solusi tersebut.
“Saya berharap agar pemerintah dapat segera mengambil langkah konkret dan transparan dalam mengatasi persoalan ini, karena para petani butuh perhatian khusus dari pemerintah,” kata Firdaus. (WIL)