Mataram (NTB Satu) – Setelah tiga pekan lalu dianugrahi sebagai Provinsi Terbaik dalam penyelenggaraan Energi Baru Terbarukan (EBT) oleh Dewan Energi Nasional (DEN), setali tiga uang Pemprov NTB mendapat kehormatan ke Denmark untuk belajar tentang green energy. Berikut catatan Kepala Dinas LHK Provinsi NTB, Julmansyah, M.Ap.
————————
Selama dua hari di Pulau Bornholm, hari pertama Wali Kota Bornholm Regional Municipality menerima secara resmi rombongan Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Gubernur NTB, Dr. Ir. Hj. Rahmi Djalilah, M.Pd bersama Kepala Bappeda NTB, Dr. Ir. H. Iswandi, Kadis LHK NTB, Julmansyah, M.Ap, Sekretaris Dinas ESDM NTB, perwakilan Kemen LHK, Kementerian ESDM.

Rombongan dari Provinsi Kepulauan Riau dan pendamping dari Kedutaan Besar Denmark di Indonesia dan Kedutaan Indonesia di Denmark, menunjukkan bahwa Bornholm kota yang layak tempat belajar energi hijau atau green energy.
Bornholm Regional Municipality adalah otoritas lokal yang mencakup seluruh pulau Bornholm, yang merupakan hasil penggabungan dari beberapa kotamdya seperti, Allinge Gudhjem, Hasle, Nexø, Rønne and Aakirkeby. Total populasi sekitar 39 ribu dengan luas pulau 588,36 Km², dengan tingkat kepadatan penduduk 67,19/Km².
Pulau ini juga dikenal dengan sebutan Sunshine Island. Pulau ini dikeliling dengan formasi batuan dan pantai berpasir dibagian selatan dan ditengah adalah pertanian.
Perjalanan ke Bornholm ini kita melewati wilayah otoritas Swedia, melewati trowongan panjang yang menyambung daratan Swedia dan Denmark. Laut sebagai batas antara Denmark dan Swedia.
“Bornholm adalah sebuah pulau di Laut Baltik, di sebelah selatan Swedia, timur laut Jerman dan utara Polandia,” kata Julmansyah.
Posisinya yang berada di Laut Baltik, yang dapat diakses dari berbagai negara menjadikan Bornholm ini strategis. Pulau sebesar Bornholm ini memiliki banyak pembangkit listrik dengan berbagai sumber energinya – sebagian besar energi hijau.
“Misalnya mereka memiliki dua pembangkit listrik Biomass, dengan kapasitas 50 ribu MWh dan 25 ribu MWh (megawatt hours). Ini menggunakan cacahan kayu (biomass dan jerami) dengan sumber bahan baku dari beberapa negara Eropa lainnya selain dari Bornholm. Memiliki 2 pembangkit dengan bahan baku jerami kapasitas 57 ribu MWh dan 17 ribu MWh,” papar Julmansyah.
Pembangkit listrik tenaga angin (wind turbin), menjadi pemandangan umum di Denmark. Di Pulau Bornholm saja memiliki 2 unit tenaga angin, baik skala besar (96 ribu MWh) dan skala kecil (1.000 MWh). Memiliki waste Incenartor, dimana sampah menjadi pembangkit listrik dengan kapasitas 48 ribu MWh.
Presentasi hari kedua, setelah mengunjungi insinerator sampah yang di kelola BOFA, yakni dari kantor wali kota terkait dengan energy perspectif Island, Bornholm. Presentasi dan diskusi dilakukan di visitor room obyek wisata Hammershus Kastil. Data yang disampaikan tajun 2009 Bornholm telah bebas energi fosil sebanyak 35 persen, akan tetapi di tahun 2020 kota ini sudah tidak menggunakan (bebas) energi fosil sebanyak 86 persen. Terjadi ke kenaikan penggunaan energi hijau sebanyak 51 persen. Tentu ini angka yang besar dalam rangka menurunkan emisi CO² yang menyebabkan gas rumah kaca dan pemicu perubahan iklim.

Bahan bakar fosil atau bahan bakar mineral adalah sumber daya alam yang mengandung hidrokarbon seperti batu bara, minyak bumi dan gas alam dan tidak bisa diperbaharui. Maka secara progresif di Bornholm terjadi peningkatan penggunaan energi hijau dari tahun 2009 sampai 2022, diantaranya :
• Energi matahari (solar panell), turbin angin dan biogas dari 2009 sebesar 13% naik menjadi 29% di tahun 2022,
• Pembangkit biomass dari 8% menjadi 22%
• Pembangkit sampah dari 8% menjadi 9%
• Powerplant woodchip dari 2% menjadi 21%,
Sementara penggunaan energi fosil di pulau ini menurun diantaranya:
• Penggunaan minyak secara individu dari 18% menjadi 3%,
• Pembangkit dengan bahan bakr batubara dan minyak dari 25% menjadi 1%
• Powerplan yang menggunakan kabel bawa laut dari daratan utama dari 22% menjadi 10%,
Dengan berkembangnya energi yang dihasilkan oleh Denmark ini menyenankan kelebihan energi listrik (suplus), oleh karena itu pemerintah Denmark juga menjual energi hijau ini ke beberapa negara di sekitar Laut Baltik.
“Ke depan pemerintah Denmark telah memiliki roadmap Baltic Energy Island dengan mendorong Pulau Bornholm menjadi pusat energi hijau di Laut Baltik, green hub energy di Laut Baltic dan Pulau Bornholm solusi bagi energi hijau. Upaya mereka ini sudah mulai dilakukan sekitar 30 tahun lalu bahkan ada beberapa jenis energi yang lebih lama,” jelasnya.
Apa kesamaan NTB dengan Bornholm?
Menurut Julmansyah, yang dilakukan oleh Pemprov NTB dalam mendorong NTB Net Zero Emisi 2050 hampir sama dengan apa yang telah dilalukan Bornholm Denmark ini. Denmark telah lebih awal mendorong Zero Waste dengan membangun incenerator sampah 1989 sebagai sumber energi. Biomass dan energi angin menjadi pilihan sebagai upaya mengoptimalkan sumber daya alam.
NTB melalui “Visi NTB Asri Lestari”, menjadi payung kebijakan dan program unggulan NTB Zero Waste. Jika di Denmark waste incenarator-nya menjadi sumber energi di NTB telah ada incenarator untuk limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya), masih dalam satu spirit yang sama. Demikian juga dengan biomass.
Pemprov NTB dengan PLN Wilayah sedang mendorong sumber biomass sebagai bahan baku energi melalui payung NTB Hijau, untuk cofiring PLTU Jeranjang dan PLTU Tambora Kertasati KSB. Meski akan banyak tantangan regulasi pusat (PLN), ikhtiar ini tetap harus didorong. Demikian juga dengan energi angin, melalui sektor swasta sedang proses deal dengan PLN untuk pembangunan wind turbin di sekaroh Lombok Timur.
“Membandingkan dua hal tersebut, maka NTB sesungguhnya on the track untuk mendorong energi hijau dan bersih di NTB. Energi hijau sebagai energi masa depan. Kita harus siap jika kita tidak menyiapkan diri dari sekarang, dengan membangun fondasi energi hijau, maka kita akan tertinggal dan terlindas,” tutup Julmansyah. (HAK)