Kota Bima (NTBSatu) – Kasus perkawinan anak masih kerap terjadi di Indonesia. Tak terkecuali di Provinsi NTB. Salah satu penyebabnya adalah, longgarnya permohonan dispensasi nikah ke pengadilan.
Angka kasus perkawinan anak di Provinsi NTB masih berada di atas rata-rata nasional, yakni mencapai 17,32 persen.
Mengacu pada data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), angka perkawinan anak di NTB mengalami kenaikan 1,09 persen dibandingkan tahun 2022, yakni 16,23 persen. Serta naik 0,71 persen dibandingkan tahun 2020, yakni 16,61 persen.
Merespons hal ini, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) bersama dengan Koalisi 18+ bekerja sama dengan Pemprov NTB menyelenggarakan dialog kebijakan publik yang bertemakan
“Dilematik Dispensasi Kawin dalam Perkawinan Anak di Nusa Tenggara Barat” di kantor Gubernur NTB, Rabu, 20 Maret 2023.
Pada kesempatan itu, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti menyatakan, temuan di lapangan dan konsultasi anak menunjukkan pentingnya penguatan peran masyarakat dalam pencegahan perkawinan anak, termasuk tokoh agama dan adat.
Berita Terkini:
- Gembar-gembor NTB Mendunia, Petani Jagung Menjerit Akibat Harga Anjlok
- Peternak Sapi Demo di Pelabuhan Gili Mas, 14 Ekor Mati karena Dehidrasi
- Maia Estianty Kenang Kebaikan Hotma Sitompul dan Sesal Rossa Lewatkan Telepon Terakhir Mendiang Titiek Puspa
- iPhone 17 Segera Meluncur, Bentuk Kameranya Jauh Berubah
“Perlunya pengawasan dan dukungan organisasi kemasyarakatan, serta komunitas anak dan kaum muda, termasuk Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) termasuk sekolah untuk mampu mengenali risiko, melaporkan kasus, dan merespon kasus perkawinan anak,” tandas Dini, Rabu, 20 Maret 2024.
Sementara itu, Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi NTB menyampaikan, pihaknya telah berinisiatif mengeluarkan serangkaian kebijakan terhadap pencegahan perkawinan anak.
Di antaranya Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak dan Peraturan Gubernur Nomor 34 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Daerah Pencegahan Perkawinan Anak Tahun 2023-2026.
Meskipun demikian, perkawinan anak masih kerap terjadi, salah satunya dilakukan melalui jalur dispensasi.
“Kami sudah memiliki Perda dan awik-awik, namun sanksi yang masih belum diterapkan secara tegas yang menyulitkan dalam menindak pelaku perkawinan anak. Komitmen kita bersama dalam melakukan pencegahan perkawinan anak dan jika kita melakukan bersama, angka kasus perkawinan bisa menurun,” ucap Kepala DP3AP2KB, Nunung Triningsih.
Menanggapi itu, Ketua Kamar Agama Mahkamah Agung, Prof. Amran Suadi menyatakan, setelah terbitnya UU Nomor 16 Tahun 2019, Mahkamah Agung segera merespon dengan menerbitkan Perma Nomor 5 Tahun 2019 sebagai upaya mencegah perkawinan pada usia anak.
Menurutnya, Hakim selalu berupaya memastikan kepentingan terbaik bagi anak dengan memeriksa permohonan dispensasi dengan cermat.
“Kami juga meyakini bahwa berbagai alasan pengajuan dispensasi kawin dengan alasan kehamilan tidak sejalan dengan prinsip kepentingan terbaik bagi anak,” terangnya. (MYM)