Mataram (NTB Satu) – Berbagai inovasi dan strategi untuk mengejar NTB Zero Waste dan NTB Net Zero Emission 2050 terus dikembangkan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Provinsi NTB. Salah satu strateginya adalah membuka kemudian menjalin kolaborasi dengan berbagai pihak untuk mengelola sampah di NTB. Nama The Griya Lombok kemudian muncul sebagai salah satu inovator untuk mengelola sampah plastik.
The Griya Lombok berdiri sejak tahun 2012, dan dikenal sebagai satu-satunya rumah yang terbuat dari kertas di Indonesia serta memiliki konsentrasi mengolah dan mengelola sampah plastik.
Owner The Griya Lombok, Theo Setiadi Suteja mengatakan, ia selalu ingin memberikan informasi kepada masyarakat soal tata kelola sampah. Dari informasi tersebut, Theo berharap kreativitas masyarakat soal tata kelola sampah makin meningkat. Untuk diketahui, mengolah sampah menjadi suatu produk bukanlah hal mustahil.
“Bahkan, The Griya Lombok sudah berhasil membuktikan bahwa mengolah sampah adalah hal yang bukan mustahil. Sampah dapat menghasilkan produk yang berguna. Di The Griya Lombok, sampah-sampah diolah menjadi benda-benda tertentu, misalnya kursi, meja, dan lain-lain,” ujar Theo, Senin, 13 Februari 2023.
Pada gelaran Gebyar Pilah Sampah milik Dinas LHK NTB, The Griya Lombok turut diundang untuk menampilkan hasil olahan sampah plastik. Maka dari itu, Theo mengharapkan tamu-tamu yang telah hadir di Gebyar Pilah Sampah dapat menjalin praktik kolaborasi dengan The Griya Lombok soal tata kelola sampah.
“Ternyata, sudah ada tamu yang mulai mengajak kami untuk sama-sama bekerja mengelola sampah kertas dalam jumlah yang besar. Kami menyambut dengan sangat baik seluruh ajakan untuk berkolaborasi. Kami berharap kehadiran The Griya Lombok dapat berguna bagi masyarakat luas, terutama soal tata kelola sampah plastik,” ungkap Theo.
Ke depannya, Theo menerangkan bahwa The Griya Lombok akan dijadikan pusat edukasi untuk pengelolaan sampah kertas. Untuk diketahui bersama, rumah The Griya Lombok dibangun dari setengah ton sampah kertas. Theo ingin sekali banyak masyarakat yang belajar dan menggali perihal pengolahan sampah kertas menjadi suatu benda yang sangat bermanfaat, sehingga memiliki nilai jual, nilai guna, bahkan nilai estetika.
Theo menjelaskan, motif penciptaan dari The Griya Lombok adalah ingin mengedukasi masyarakat, dan membuat para investor tertarik untuk mengembangkan hasil olahan sampah plastik menjadi memiliki nilai ekonomi sirkular yang dapat menguntungkan banyak pihak. Oleh karena itu, Theo sangat mendambakan terciptanya industri yang padat karya, karena dapat mengurangi pengangguran, dan perlahan-lahan dapat membuat bumi yang ditinggali manusia makin hijau serta asri.
“Selama The Griya Lombok berdiri, kami lebih terfokus untuk memberikan edukasi dan motivasi tentang tata kelola sampah plastik. Namun, kami juga menyempatkan diri untuk menjual hasil olahan tersebut. Hanya saja, masih dalam skala kecil dan belum terlalu diketahui oleh masyarakat,” tandas Theo.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan NTB, Julmansyah S.Hut., M.Ap., mengatakan, Gebyar Pilah Sampah adalah edukasi untuk menguatkan pikiran tata kelola soal sampah yang dapat membuat NTB Bebas Emisi pada tahun 2050 makin nyata untuk diraih.
Selain itu, Gebyar Pilah Sampah adalah acara yang melibatkan pengunjung dalam skala yang banyak. Gelaran tersebut hendak memperlihatkan soal betapa beragamnya praktik-praktik pengelolaan sampah yang dapat menjadi strategi menyukseskan NTB Zero Waste.
“Di dalam acara ini, ada 40 pihak yang terlibat, yaitu komunitas, sekolah, dan kelompok yang memiliki strategi tersendiri untuk mengelola sampah di tempatnya masing-masing. Saya melihat bahwa 40 pihak tersebut telah dapat menjadikan sampah sebagai sumber daya utama untuk mencukupi kehidupan,” ungkap Julmansyah.
Julmansyah memilih banyak jenis tata kelola sampah agar masyarakat yang hadir dapat melihat dan meniru aneka jenis pengelolaan sampah yang ada di dalam Gebyar Pilah Sampah. Ia mengharapkan agar spirit mengenai sampah adalah sumber daya dapat ditularkan kepada masyarakat luas.
Disinggung mengenai keterlibatan siswa-siswi di Gebyar Pilah Sampah, Julmansyah menjawab, siswa-siswi yang hadir di dalam Gebyar Pilah Sampah kelak akan menjadi dewasa. Dengan pengetahuan yang benar soal tata kelola sampah, maka siswa-siswi tersebut akan menjadi orang tua yang dapat mengajarkan soal penanganan sampah yang baik di masa depan. Dinas LHK NTB telah mengarahkan agar siswa-siswi di NTB dapat bermitra dengan Bank Sampah yang ada di sekitar sekolahnya.
“Kami mengharapkan agar gerakan pemilahan sampah berbasis sekolah dapat menjadi hal yang baik dan ditiru oleh masyarakat NTB. Dengan melibatkan 3000 siswa-siswi, saya mengharapkan gaung dari Gebyar Pilah Sampah dapat menyebar hingga ke daerah yang paling jauh di NTB, atau daerah-daerah yang belum data mengikuti acara,” pungkas Julmansyah. (GSR)