Hukrim

Adhar Hakim: Kebijakan Pemerintah Masih Terbuka dengan Praktik Korupsi

Mataram (NTB Satu) – Menurut Direktur Policyplus (P-plus) Research and Consultan sekaligus eks Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTB, Dr. Adhar Hakim, pola pencegahan korupsi yang terlalu menggunakan konsep pencegahan berdasarkan kebutuhan pemerintah semata, harus diubah dengan menggunakan pendekatan berbeda.

Pemberantasan korupsi tidak bisa lagi hanya menggunakan konsep tangible (ketampakan) semata, tetapi harus lebih pada hal-hal yang bersifat sistemik. Berbarengan dengan hal tersebut, sektor swasta atau privat juga harus diberikan beban kewajiban anti korupsi yang sama dengan beban yang harus dilakukan sektor pemerintah atau publik.

IKLAN

“Masih terus meningginya kasus-kasus korupsi dan maladministrasi mengindikasikan publik masih menjadi korban kebijakan pemerintah yang masih terbuka terhadap praktik korupsi, dan ulah pelaku bisnis yang permisif terhadap praktik korupsi dan maladministrasi,” terang Adhar dalam seminar yang bertema “Membangun Reputasi Bisnis dengan Manajemen Anti Penyuapan” yang diselenggarakan secara virtual oleh Hallo Lawyer, P-plus, dan Mercoff pada Senin, 12 Desember 2022.

Ia mengutip angka praktik korupsi di Indonesia sejak 2004 sampai 2022 yang mencapai 1.310 kasus yang ditangani oleh KPK. 873 kasus di antaranya adalah kasus penyuapan, yang menunjukan bahwa praktik korupsi yang didominasi oleh praktik suap merupakan fakta adanya saling ketergantungan antara sektor lembaga publik dengan privat dalam melakukan korupsi.

“Praktik korupsi tersebut terjadi di sektor-sektor pembangunan fisik yang tentunya dimulai dengan sebuah proses administrasi yang disebut pengadaan barang dan jasa,” terangnya.

Angka praktik maladministrasi juga menunjukan indikasi yang sama, yakni cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena belum terbangunnya cara pandang yang sama antara pemberi pelayanan dengan penerima pelayanan terkait kebutuhan integritas.

IKLAN

“Tidak boleh lagi hanya dengan pendekatan tangible, tapi sudah mulai menuju ke perbaikan sistemik yang kuat,” tegas Adhar.

Selanjutnya, tutur Adhar, negara juga harus lebih mempercayakan kepada lembaga-lembaga negara seperti KPK dan Ombudsman dalam merancang dan menjalankan program pencegahan korupsi.

Keterlibatan yang terlalu besar dari pemerintah melalui Kementerian PAN-RB dalam mendorong program pencegahan korupsi melalui Zona Integritas, WBK dan WBBM adalah wujud terlalu dalamnya negara mengendalikan ide-ide pencegahan.

“Lebih baik negara memperkuat terus lembaga-lembaga negara yang sudah ada, dari pada terlalu jauh menerjemahkan kebutuhan aksi pencegahan,” pungkasnya. (RZK)

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button