Lombok Timur (NTBSatu) – Dalam rangka memastikan kelancaran dan keadilan proses pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan larangan mutasi pejabat.
Kebijakan ini ditetapkan untuk mencegah terjadinya intervensi atau pengaruh yang tidak diinginkan dalam proses demokrasi tersebut.
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, kepala daerah atau penjabat kepala daerah yang melakukan mutasi atau penggantian pejabat jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) bisa terkena sanksi pidana.
Larangan mutasi ini berlaku 6 bulan terhitung sebelum penetapan pasangan calon kepala daerah oleh KPU RI. Atau pada Pilkada tahun ini berlaku sejak 22 Maret 2024.
“Pejabat yang melanggar ketentuan Pasal 71 ayat (2) atau Pasal 162 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah),” bunyi Pasal 190 UU Pilkada.
Berita Terkini:
- Setelah Antrean Panjang, Kini Izin Jalan Belum Keluar, Peternak ‘Ngamuk’ di Gili Mas
- Bank NTB Syariah Targetkan Direksi Berpengalaman Lewat Seleksi Terbuka
- Gubernur NTB Resmi Gelar Mutasi Hari Ini, Sejumlah Pejabat Digeser
- Muazim Akbar Serap Aspirasi Warga NTB, Fokus Isu Buruh Migran dan Perempuan
Pada Pasal 71 ayat (2), UU Pilkada mengatur bahwa kepala daerah dilarang mengganti pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai akhir masa jabatannya, kecuali mendapatkan persetujuan tertulis dari menteri, yaitu Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Sementara Ketua KPU RI, Rahmat Bagja, menyebut pihaknya telah menyampaikan terkait pelarangan mutasi tersebut kepada Mendagri.
Di mana KPU RI akan melakukan penetapan pasangan calon kepala daerah pada 22 September 2024 mendatang. Hal itu diatur dalam Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada 2024. (MKR)