Mataram (NTB Satu) – Hingga tahun 2021 kemarin, Dinas Pemberdayaan Masyarakat, Pemerintahan Desa, Kependudukan Dan Pencatatan Sipil (DPMPD dan Dukcapil) NTB mencatat masih tersisa sebanyak 73 desa yang masih berstatus desa tertinggal dari 1005 desa di NTB. Seluruh desa dengan status desa tertinggal itu ada di Kabupaten Sumbawa dan Bima dengan rincian 10 desa di Sumbawa da 63 desa di Kabupaten Bima.
Kepala DPMPD dan Dukcapil Provinsi NTB Dr. Ashari saat rapat kerja pembahasan LKPJ Gubernur 2021 di ruang Komisi V DPRD NTB, Rabu 11 Mei 2022 mengatakan, di Provinsi NTB sudah tidak ada lagi desa yang berstatus sangat tertinggal sejak tahun 2021 lalu. Berbeda halnya di tahun 2020 ke bawah masih terdapat beberada desa sangat tertinggal.
“Harapan kita di tahun 2022 ini sudah tidak ada lagi desa yang tertinggal. Semuanya sudah naik kelas menjadi desa berkembang, maju dan mandiri,” kata Ashari di hadapan pimpinan dan anggota Komisi V DPRD NTB.
Ia mengatakan, untuk desa yang berstatus desa berkembang dari tahun ke tahun jumlahnya berubah. Misalnya di tahun 2018 sebanyak 553 desa berkembang, meningkat menjadi 659 desa di tahun 2019, terjadi penurunan di tahun 2020 menjadi 572 desa dan menurun lagi menjadi 497 desa berkembang di tahun 2021.
Adapun desa dengan status desa maju di tahun 2018 di Provinsi NTB sebanyak 123 desa, tahun 2019 sebanyak 218 desa, tahun 2020 sebanyak 313 desa dan di tahun 2021 meningkat menjadi 383 desa. Dari grafik terlihat dari tahun ke tahun selalu terjadi peningkatan jumlah desa yang berstatus maju.
“Adapun desa mandiri di NTB di tahun 2018 hanya satu desa yang masuk, namun jumlahnya terus meningkat. Misalnya di tahun 2019 menjadi lima desa, 2020 menjadi 28 desa dan di 2021 sebanyak 52 desa mandiri,” kata Ashari.
Ashari mengatakan, terdapat tiga kriteria utama untuk mengukur Indeks Desa Membangun (IDM) yaitu indeks ketahanan sosial yang meliputi pendidikan, kesehatan, modal sosial, dan permukiman. Selanjutnya indeks ketahanan ekonomi yang meliputi keragaman produksi masyarakat, akses pusat perdagangan dan pasar, akses logistik, akses perbankan dan kredit, dan keterbukaan wilayah. Yang terakhir yaitu indeks ketahanan ekologi atau lingkungan yang meliputi kualitas lingkungan, bencana alam dan tanggap bencana di desa-desa di NTB.
Perangkat indikator yang dikembangkan dalam Indeks Desa Membangun dikembangkan berdasarkan konsepsi bahwa untuk menuju desa maju dan mandiri perlu kerangka kerja pembangunan berkelanjutan. Di mana aspek sosial, ekonomi, dan ekologi menjadi kekuatan yang saling mengisi dan menjaga potensi serta kemampuan desa untuk mensejahterakan kehidupan desa.
Kebijakan dan aktivitas pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa harus menghasilkan pemerataan dan keadilan, didasarkan dan memperkuat nilai-nilai lokal dan budaya, serta ramah lingkungan dengan mengelola potensi sumber daya alam secara baik dan berkelanjutan. (ZSF)