Pemerintahan

Tekan Angka Perkawinan Anak, NTB Dorong Replikasi Model Desa Berdaya

Mataram (NTBSatu) – Upaya menekan angka perkawinan anak di Nusa Tenggara Barat (NTB), terus diperkuat melalui dorongan replikasi model Desa Berdaya ke seluruh kabupaten/kota.

Lembaga Perlindungan Anak (LPA) NTB bersama UNICEF mengangkat strategi tersebut dalam Forum Inspirasi Daerah BERANI II pada Sabtu, 20 Desember 2025.

Forum ini menjadi ruang konsolidasi lintas sektor untuk memperluas praktik baik pencegahan perkawinan anak berbasis desa.

Pengawas LPA NTB, Lalu Anis Mujahid Akbar mengungkapkan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2024, prevalensi perkawinan anak di NTB mencapai 17,32 persen pada 2023. Kemudian, 14,96 persen pada 2024, jauh melampaui rata-rata nasional sebesar 5,90 persen.

IKLAN

“Angka ini menjadi alarm serius. Karena itu, pendekatan Desa Berdaya perlu direplikasi agar layanan pencegahan bisa menjangkau lebih luas dan berkelanjutan,” kata Anis.

Ia menjelaskan, pada 15 desa intervensi di Kabupaten Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Utara, tercatat 109 kasus perkawinan anak sepanjang 2023. Data ini menjadi dasar penting dalam merancang kebijakan yang lebih terukur di tingkat provinsi.

“Model Desa Berdaya membuktikan bahwa pencegahan bisa dilakukan jika desa diperkuat dengan regulasi, konselor, PATBM, Forum Anak, serta dukungan anggaran,” ujarnya.

Sementara itu, Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal menegaskan, perkawinan usia dini merupakan persoalan struktural yaang berkaitan erat dengan kemiskinan dan kualitas sumber daya manusia.

“Perkawinan usia dini adalah salah satu risiko terbesar. NTB tertinggi secara nasional dan ini tidak bisa kita biarkan. Harapannya, dalam waktu dekat angka ini bisa turun hingga di bawah rata-rata nasional,” ujar Iqbal.

Ia menambahkan, pemerintah daerah akan memperkuat pendekatan pencegahan dari tingkat keluarga dan desa dengan melibatkan kader Posyandu serta perangkat desa.

“Kemiskinan adalah ibu dari masalah sosial. Karena itu, pencegahan harus dimulai dari desa, dari keluarga,” katanya.

Arah Kebijakan Prioritas

Untuk memperkuat replikasi Desa Berdaya, forum ini mendorong sejumlah kebijakan prioritas di tingkat provinsi. Di antaranya, kolaborasi lintas sektor dengan Tim Penggerak PKK Provinsi NTB.

Penguatan regulasi daerah dan desa, termasuk integrasi konselor desa, PATBM, dan Forum Anak dalam sistem layanan pencegahan perkawinan anak.

Pengamanan alokasi APBDes untuk perlindungan anak. Serta, percepatan penetapan kebijakan daerah mengenai penghapusan praktik Female Genital Mutilation (FGM) atau sunat pada perempuan.

Menurut Anis, investasi pada pencegahan perkawinan anak dan penghapusan praktik FGM merupakan strategi pembangunan jangka panjang.

“Ini bukan hanya soal melindungi anak. Tetapi juga strategi menekan kemiskinan baru, menghemat biaya sosial-ekonomi, dan memperkuat kualitas sumber daya manusia NTB secara berkelanjutan,” tambahnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button