Kota Bima (NTBSatu) – Pantai Lawata merupakan salah satu destinasi favorit masyarakat di Kota Bima. Manariknya, tempat ini menyuguhkan perpaduan wisata bukit dan pantai.
Destinasi yang berada di Lingkungan Wadu Mbolo, Kelurahan Dara, Kecamatan Rasanae Barat ini paling banyak dikunjungi wisatawan. Tempat wisata ini hanya berjarak 5 kilometer dari pusat Kota Bima.
Di balik keindahannya, ternyata Pantai Lawata menyimpan kisah karamat. Menurut Pemerhati Budaya Bima, Fahrurizki, Pantai Lawata adalah ‘Gerbang Para Dewa’. Sekitar awal abad 20, tepatnya tahun 1900 Masehi, Pantai Lawata dikenal sebagai tempat keramat. Bahkan mungkin tidak ada yang sekeramat Lawata pada saat itu.
“Orang-orang yang ingin lewat di Lawata harus menjaga jarak. Mereka tidak ingin mendekati atau berada di dekat makam keramat yang ada di puncak bukitnya,” ungkap Fahrurizki, Senin, 30 Desember 2024.
Kenapa sebegitu keramatnya Lawata? Sebab, nama aslinya “Lawang Dewata”, yang berarti Gerbang Para Dewata. Namun oleh orang Bima menyebutnya Lawata.
Dalam peta-peta pelayaran abad 19, katanyam nama tempatnya ditandai dengan nama Tanjung Lawata. Menjadi pelabuhan darurat untuk waktu tertentu bagi mereka yang berlindung dari angin barat maupun utara.
“Pantai Lawata juga sebagai tempat berlabuh dan berlindung bagi kapal-kapal pedagang saat cuaca ekstrim. Hal itu biasanya terjadi antara bulan November hingga Februari,” katanya.
Selain namanya yang sangat sakral, di Lawata juga terdapat lima makam yang masyarakat Bima beri nama Rade Karama. Belum ada informasi yang lebih mengenai siapa yang dikuburkan di makam tersebut.
Tahun 1944, Jepang membuat benteng pertahanan di Lawata dan pelabuhan angkatan laut bela diri Jepang yang bernama Japan Maritime Self Defense Force (Dai Nippon Teikoku Kaigun).
Tentara Jepang menggelai lubang-lubang persembunyian untuk bersembunyi mereka dari pasukan Sekutu Australia. Kini gua tersebut lebih dikenal dengan nama Gua Jepang. (*)