Dompu (NTB Satu) – Pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Dompu mendapat alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2022 mencapai Rp8 miliar lebih. Anggaran ini tidak hanya diarahkan untuk peningkatan produktivitas petani tembakau, peningkatan kesehatan masyarakat dan pengawasan rokok ilegal terus dilakukan pemerintah daerah bersama Bea Cukai.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan kabupaten Dompu, Muhammad Syahroni, SP, MM Rabu, 7 Desember 2022 mengungkapkan, pada tahun 2022 ini pihaknya mendapat alokasi DBHCT sebesar Rp1 miliar lebih dan anggaran ini diarahkan untuk kegiatan terkait produktivitas tembakau. Seperti pengadaan klabang, pompa air, perajang, dan bantuan bibit tembakau.
“Kita fokuskan pada peningkatan produksi atau kegiatan yang terkait petani tembakau,” ungkap Syahroni.
Sesuai ketentuannya, DBHCT diarahkan untuk sektor kesehatan sebanyak 40 persen. Di bidang kesehatan, DBHCT diarahkan untuk jaminan kesehatan masyarakat melalui pembayaran iuran bagi masyarakat kurang mampu di luar tanggungan pemerintah pusat.
“Termasuk untuk menanggung warga miskin yang tidak tercover BPJS kesehatan, itu anggarannya disiapkan dari DBHCT,” kata Abubakar, kepala bidang pada Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu.
Penegakan hukum atas peredaran rokok ilegal juga menjadi fokus pembiayaan DBHCT. Di Dompu, Sat Pol PP bersama Bea Cukai secara rutin melakukan patroli dan pengawasan peredaran rokok ilegal di Dompu. Kendati intens mengawasi, pendekatan persuasif masih dipilih dengan menyita rokok ilegal.
“Sejauh ini tindakan hukum bagi penjual belum dipilih. Kita masih melakukan pendekatan kekeluargaan dengan mengingatkan penjual. Karana rata – rata yang ditemukan hanya pengecer dengan jumlah barang yang terbatas,” ungkap Kepala Sat Pol PP Kabupaten Dompu, Sukardin H Suaeb, S.Sos.
Sosialisasi tentang Pidana Rokok Ilegal
Pengedar ataupun penjual rokok ilegal termasuk melakukan pelanggaran yang dapat berpotensi sebagai pelanggaran pidana. Sanksi untuk pelanggaran tersebut mengacu pada Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai.
Ancaman pidana ini diatur dalam pasal 54 dan pasal 56 Undang-undang RI Nomor 39 Tahun 2007 tentang cukai. Bunyi pasal tersebut sebagai berikut:
Dalam Pasal 54, “Setiap orang yang menawarkan, menyerahkan, menjual, atau menyediakan untuk dijual barang kena cukai yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau tidak dilekati pita cukai atau tidak dibubuhi tanda pelunasan cukai lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) Maka dipidana dengan pidana Penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang harus dibayar.”
Dalam Pasal 56, “Setiap orang yang menimbun, memiliki, menjual, menukar, memperoleh, atau memberikan barang kena cukai yang diketahuinya atau patut diduga berasal dari tindak pidana berdasarkan Undang-undang ini. Maka dipidana paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling sedikit 2 (dua) kali nilai cukai dan paling banyak 10 (sepuluh) kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.”
Bagaimana mengenal rokok ilegal?
Ciri-ciri rokok ilegal dapat diidentifikasi dengan metode sederhana, yaitu pengamatan secara langsung. Cirinya adalah rokok tanpa pita cukai, rokok dengan pita cukai bekas, rokok dengan pita cukai palsu, dan rokok dengan pita cukai salah peruntukan.
Maka siapapun yang sedang menjalankan bisnis rokok dengan cukai ilegal, disarankan untuk menghentikannya dari sekarang. Hal ini gencar disosialisasikan stakeholders yang terlibat, seperti Bea Cukai, Sat Pol PP Provinsi NTB, Bappeda NTB, serta Pemda Kabupaten dan Kota. (*)