Sumbawa Barat

Masalah Lingkungan Hingga Serikat Pekerja PT. AMNT Terungkap dalam Diskusi IMES

Mataram (NTB Satu) – Operasional PT. Amman Mineral Nusa Tenggara (PT. AMNT) di Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) belum juga bisa lepas dari berbagai persoalan, mulai dari isu lingkungan hingga ketenagakerjaan. Problem lawas ini mendorong sejumlah pihak untuk mendesak PT. AMNT memperbaiki kinerja karena belum memberi rasa keadilan bagi masyarakat lingkar tambang khususnya.

Hal tersebut mengemuka pada Diskusi Publik yang diselenggarakan oleh Indonesian Mathematics Educators Society (I-MES) yang diikuti NTB Satu melalui daring, Minggu, 30 Oktober 2022.

Diskusi Publik bertajuk “Problem Pertambangan Amman Mineral Nusa Tenggara dalam Perspektif HAM, Lingkungan Hidup, Tenaga Kerja, dan Hak-hak Masyarakat Lokal oleh IMES” menghadirkan sejumlah narasumber.

Seperti Adian Napitupulu selaku Anggota DPR-RI yang juga politisi PDI Perjuangan, Afriansyah Ferry Noor selaku Wakil Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, Hairansyah selaku Komisioner Komnas HAM, Hatta Taliwang selaku Aktivis Soekarno Hatta Institut, Rida Mulyana selaku Sekjen Kementerian ESDM, Fanny Tri Jambore selaku Manajer Kampanye dan Energi Walhi, Salamuddin Daeng selaku Aktivis AEPI, serta Muhammad Erry Satriawan selaku Ketua Aliansi Masyarakat Anti-Mafia Tambang (Amanat).

Kritik datang dari Muhammad Erry Satriawan yang mengungkapkan, masyarakat di Kabupaten Sumbawa Barat, sebenarnya turut mendukung investasi di daerah mereka. Bahkan mereka tidak anti tambang. Hanya saja, dalam praktiknya belum memenuhi kaidah pertambangan yang berkeadilan untuk peluang sama bagi tenaga kerja.

“Apa yang dilakukan PT. AMNT tidak mengacu pada kaidah good mining practice, contohnya seperti pembangunan Smelter. Kami tidak melihat keseriusan pada pihak PT. AMNT dalam menseriusi pembangunan Smelter. Padahal, jumlah calon tenaga kerja di NTB sudah sangat banyak,” ujar Erry.

Selain soal Smelter, disoroti kondisi yang mengkhawatirkan pascatambang. Ia melihat sampai saat ini PT. AMNT tidak menyiapkan sumber daya, baik berupa ekonomi, maupun sosial pada masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat selepas kegiatan tambang. Apabila dilakukan pembiaran secara terus menerus, maka ketika tambang tersebut ditutup, masyarakat Sumbawa Barat hanya akan mendapatkan bencana.

Oleh karena itu, AMANAT sangat berharap agar pemangku kebijakan ikut memikirkan potensi masalah di aspek sosial dan lingkungan yang akan timbul.

Pada aspek lingkungan dan bisnis, ia juga menyoroti penjualan limbah tambang, termasuk scrub yang di dalamnya perusahaan diduga ikut andil.

“PT. AMNT kemudian ikut menjual limbah tambang hingga mencapai Rp150 miliar. Padahal, pada zaman PT. Newmont, limbah tersebut dihibahkan kepada Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat. Sampai pada tahun 2022, kami menghitung laba bersih yang diterima PT. AMNT mencapai $40 Juta dollar Amerika. Maka dari itu, apa yang dilakukan PT. AMNT adalah hal yang unik, sudah dapat cukup banyak untung, namun masih saja mengais sampah,” jelas Erry.

Kemudian, PT. AMNT juga dianggap sering melanggar ketentuan bahkan terkesan intimidatif. Apabila terdapat pekerja yang melakukan kesalahan, PT. AMNT kerap memutus hubungan kerja secara sepihak. Menurut Erry, kejadian tersebut berbanding terbalik ketika PT. Newmont masih mengendalikan Tambang Batu Hijau.

Sementara itu, Aktivis Soekarno-Hatta Institut, Hatta Taliwang mengatakan, membahas tambang tidak akan terlepas dari berbagai masalah. Karena dalam riwayatnya, ia mengklaim tidak ada tambang yang benar-benar mensejahterakan masyarakat.

Apabila Hatta memakai rumus idealistik untuk menolak tambang, ia berkelakar akan kesusahan untuk pulang kampung.

“Sebab, hampir sebagian besar pekerja di tambang adalah saudara-saudara saya. Karena masyarakat terlalu susah menolak tambang lantaran didukung oleh para pemodal besar. Saya kira sudah saatnya masyarakat untuk realistis, yaitu kedua belah pihak mesti membuat senang satu sama lain,” ungkap Hatta.

Dalam kasus PT. AMNT, Hatta menjelaskan, yang paling banyak menderita adalah rakyat. Sebab, janji PT. AMNT tidak ditepati serta rakyat harus melihat daerah mereka perlahan-lahan makin rusak akibat pertambangan.

“Saya mengharapkan agar PT. AMNT membebaskan para pekerja untuk mendirikan serikat kerja. Jangan malah kalau mau buat serikat kerja, pekerjanya malah akan diberhentikan,” terang Hatta.

Pada kesempatan itu, Wakil Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia, Afriansyah Ferry Noor merespons tegas hal yang terungkap dalam diskusi, khususnya soal ketenagakerjaan.

Baginya, tidak ada satu pun ketentuan yang melarang pekerja mendirikan serikat kerja. Malah, serikat kerja harus dibentuk. Bahkan, satu perusahaan dapat membentuk lebih dari satu organisasi.

“Kalau terdapat perusahaan yang tidak membolehkan para pekerjanya membentuk serikat pekerja, silakan lapor kepada kami. Pelarangan pembentukan serikat kerja sangat dilarang lantaran melanggar Undang-undang,” tandas Ferry. (GSR)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

IKLAN
Back to top button