Buku dan Peradaban Literasi

Oleh: Mujaddid Muhas, M.A
Suatu malam dalam perbincangan, dari banyak tajuk obrolan, seorang kawan berseloroh enjoy, menyarankan agar saya menorehkan saripati kegiatan yang kerap saya jalani sebagai perintah penugasan oleh pimpinan di dinas, dalam bentuk opini/artikel. Mungkin lantaran saya dianggap kerap menulis opini/artikel yang bisa menjadi perluasan diseminasi informasi publik. Sekaligus kalibrasi dari kegiatan-kegiatan kedinasan di ranah publik.
Bincang Kamisan dan Podcast Bintang adalah instrumen yang diformat Dinas Kominfotik Provinsi NTB, sebagai upaya menakar, memenetrasi serta menggaungkan informasi official yang diperbincangkan, baik dalam bentuk kebijakan pimpinan daerah, saran-komplain aspiratif maupun gagasan-gagasan bernas dari para andragoger, pengamat, aktivis dan praktisi pemerintahan.
Pada Podcast Bintang edisi ke-12 bertajuk “Literasi Media dan Perbukuan dalam Pusaran Demokrasi”. Obrolan mengalir di Ruang Podcast Bintang Kantor Diskominfotik NTB (18/7/2025). Hadir sebagai narasumber Pegiat Literasi Perbukuan sekaligus Politisi Nurdin Ranggabarani, mengulas perspektif literasi dan budaya pustaka di kalangan politisi dan publik.
Menurutnya, perpustakaan besar di DPR RI menjadi bagian penting dalam memperkuat landasan teoretis serta referensi pembuatan regulasi. Politisi baik yang duduk di parlemen maupun aktivis politik, mesti akrab dengan literatur dan menulis pemikiran kritis terhadap peristiwa sosial-politik. Baginya, perpustakaan modern kini telah bertransformasi ke buku digital. Fasilitas log-in dan akses daring memungkinkan masyarakat, termasuk politisi, mengakses bahan bacaan kapan saja dan dari mana saja.
Diceritakannya, pernah mengunjungi beberapa perpustakaan beberapa negara. Perpustakaan yang fokus pada satu kajian tematik sehingga menurutnya, pembaca mudah mencari literatur inti dalam perpustakaan yang telah jelas spesifik koleksinya. Model perpustakaan tematik juga disebutnya bermanfaat. Misalnya membayangkan adanya perpustakaan mengenai Gunung Rinjani atau Gunung Tambora yang berisi panduan pendakian, hingga sejarah lokal dan kisarannya sehingga bisa diakses oleh siapa pun, baik secara fisik manual maupun digital.
Pada perspektif literasi media, narasumber Pegiat Literasi Media Yusuf Tantowi menggarisbawahi pentingnya memperkuat kemampuan mendengar, berpikir kritis, dan kecakapan mengidentifikasi arus informasi hoaks. Dirinya menambahkan, era digital menuntut perubahan cara wartawan dan khalayak menyampaikan informasi. Kini bukan hanya melalui tulisan, tetapi juga narasi yang kuat dalam bentuk visual di platform digital media sosial.
Podcast Bintang edisi ke-12 menjadi ruang refleksi strategik, pentingnya literasi perbukuan untuk mengabarkan informasi atau peristiwa ketokohan yang mungkin belum terpublikasi. Sedangkan meningkatnya pemahaman masyarakat atau netizen terhadap literasi media dapat mengidentifikasi dan membedakan mana informasi yang hoaks dan manakah informasi yang sesungguhnya.
Kendati literasi lebih berkecenderungan serbadigital, tentu kita masih dapat mencium aroma buku, merasakan suasana membolak balik kertas, menandai apa yang poin, melipat sudut petanda jeda hingga menggarisbawahi yang dianggap urgen, ketika membaca sebuah buku. Siklus tersebut, meski sudah tak dominan, terasa seperti ada ketenteraman dan ketenangan.
Apalagi membacanya pada keadaan rintik gerimis dengan jendela teduh terbuka, menikmati rinai hujan berteman secangkir kopi atau teh hangat. Mengurai bait-bait kalimat dan tiap aksara yang melintas di hadapan mata. Menginspirasinya menjadi bahan baku pengetahuan dan kehangatan berinteraksi. Bukankah buku adalah jendela dunia. Jendela yang mengantarkan wawasan menjelajah tanpa mesti terjajah. Membumikan pikiran mengitari dunia, tanpa harus berada pada lokusnya.
Kemampuan menulis dan membaca serta membangun budaya literasi dalam bentuk sarana pustaka sesuai perkembangan zaman: dibutuhkan. Bagi penikmat buku, seperti Nurdin Ranggabarani dan Yusuf Tantowi, buku menjelaskan sejarah untuk pengetahuan masa depan. Buku-buku yang ditulisnya, membentuk bingkai puzzle dari serpihan bahkan keberserakan peristiwa yang laik untuk ditoreh dan dinukilkan.
Pada obrolan akhir podcast tersebut, banyak tokoh yang sebelumnya tak sempat terwacanakan, dari peristiwa aktual masa silam menjadi inspirasi kini ke masa depan. Informasi yang terangkum dan tercetak pada literasi media, menunjukkan catatan produktif apapun profesi yang sedang dijalaninya, menjalani kehidupan. Kesinambungan antara masifnya literasi perbukuan dan pemahaman terhadap literasi media bertautan serta berdampak pada sehat segarnya demokrasi kita. Tetiba, terdengar sayup tembang The Beatles “Obladi oblada” bermakna: hidup terus berjalan. Literasi media dan perbukuan komplemen peradaban.