HIBURAN

“Hikayat Gajah Duduk”, Spirit Kebangkaitan Teater NTB

Mataram (NTBSatu) – Nusa Tenggara Barat (NTB) pernah menjadi kiblat teater di Indonesia Timur pada era 1990 hingga awal 2000-an. Kala itu, berbagai kelompok seni tumbuh di setiap kabupaten, dan Temu Teater Kawasan Indonesia Timur (Katimuri) menjadikan NTB sebagai pusat pergerakan teater kawasan timur. Kini, semangat itu mulai menyala lagi.

Gelombang baru komunitas teater bermunculan di berbagai daerah. Mereka tidak hanya produktif, tetapi juga militan. Para pelaku seni muda di NTB terus berupaya menghidupkan kembali panggung dan menarik perhatian publik terhadap teater.

Salah satu upaya nyata datang dari Teater Kamar Indonesia, yang kembali menggelar pementasan berjudul Hikayat Gajah Duduk pada 18–21 Oktober 2025, di Gedung Teater Tertutup Taman Budaya NTB, mulai pukul 20.00 Wita.

“Anak-anak Gen Z sekarang banyak yang tertarik dengan teater. Antusiasme penonton juga luar biasa. Dalam beberapa pertunjukan terakhir, tiket terjual hingga 80 persen,” ujar Naniek I. Taufan, Pimpinan Produksi Teater Kamar Indonesia kepada NTBSatu, Sabtu, 19 Oktober 2025.

Militansi Seniman di Tengah Keterbatasan

Pementasan Hikayat Gajah Duduk kali ini melibatkan tujuh aktor utama, enam dari Lombok Tengah dan satu dari Mataram. Uniknya, seluruh pemain merupakan guru dan satu orang dosen. Mereka menjalani latihan setiap hari setelah mengajar, menunjukkan militansi tinggi dalam menjaga kualitas pementasan.

“Menjaga konsistensi di tengah kesibukan mengajar tidak mudah, tapi kecintaan kami terhadap teater membuat semuanya terasa ringan,” kata Naniek.

Naniek menyebut, tantangan terbesar terletak pada upaya membuat produksi berkualitas dengan anggaran terbatas. Namun semangat berkesenian membuat mereka tidak berhenti berinovasi.

Eksperimentasi: Tradisi Bertemu Teater Modern

Tahun ini, Teater Kamar Indonesia kembali mengangkat Hikayat Gajah Duduk, naskah yang pernah mereka pentaskan pada tahun 2006. Bedanya, kali ini mereka menghadirkannya dengan pendekatan baru: menggabungkan teater modern dengan seni tradisi Kemidi Rudat Terengan dari Tanjung, Lombok Utara.

“Hikayat Gajah Duduk selalu relevan karena berbicara tentang kekuasaan, isu yang akan terus hidup sepanjang zaman,” ujar Naniek.

Naniek I. Taufan Pimpinan Produksi Teater Kamar Indonesia. Foto: Sita Saraswati.

Kolaborasi ini menyatukan kekuatan dramatik teater dengan ekspresi khas seni Rudat. Teater Kamar Indonesia juga menggandeng para seniman Rudat untuk berproses bersama di atas panggung. Selain memperkaya estetika, eksperimen ini menjadi upaya nyata melestarikan seni tradisi lokal agar tetap hidup di tengah masyarakat modern. (*)

Berita Terkait

Back to top button