Mataram (NTBSatu) – Pengadilan Tinggi Agama NTB merilis angka dispensasi perkawinan tahun 2023 yang berjumlah 734 kasus. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA) Republik Indonesia turut mengatensi angka tersebut.
Kementerian PPA Republik Indonesia dan Pemprov NTB bersama sejumlah pihak menginisiasi deklarasi Penandatanganan Komitmen Bersama dan MoU Lintas Sektor untuk Pencegahan Perkawinan Anak di NTB pada Jumat, 3 Mei 2024 pagi. Dalam deklarasi itu, Kementerian PPA meminta para tokoh adat di berbagai dusun untuk bekerja sama dalam mencegah kasus perkawinan anak.
Menteri PPA Republik Indonesia, I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengatakan, pihaknya bahagia melihat komitmen Pemprov NTB atas mengawal kasus perkawinan anak yang meningkat di NTB, padahal penghitungan nasional menunjukkan penurunan. Bahkan, NTB memiliki Perda No. 5 Tahun 2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak.
“Dengan adanya deklarasi stop perkawinan anak, kami mengharapkan itu dapat menekan angka perkawinan anak di NTB. Saya punya keyakinan, permasalahan perkawinan anak di NTB dapat terselesaikan,” ungkap Bintang pada Jumat, 3 Mei 2024 pagi.
Bintang mengharapkan agar praktik baik yang ada di NTB dapat menginspirasi daerah-daerah lain di Indonesia. Menurut Bintang, Perda No. 5 Tahun 2021 dapat efektif jika berbagai pihak setuju untuk mengatasi bersama soal perkawinan anak.
Berita Terkini:
- Kapal Rute Poto Tano – Pelabuhan Kayangan Kandas, Seluruh Penumpang Selamat
- UMP NTB Naik Jadi Rp2,6 Juta, Pj Gubernur Beraharap tak Ada PHK
- Pj Gubernur NTB Panggil Kadis Dikbud, Sebut Kabid SMK Berpotensi Dicopot
- Kabid SMK Dikbud NTB Ancam Kontraktor Sebelum Diduga Terima Pungli Rp50 Juta
- Edukasi dan Kolaborasi, Kunci Sukses Pertumbuhan Pasar Modal NTB
Terlebih, bicara soal pemenuhan hak anak, menjadi tanggung jawab bersama. Namun, Kementerian PPA akan terus bekerja sama dalam mengawal kasus perkawinan anak.
Kementerian PPA juga akan mengedukasi kepala dusun yang memberikan rekomendasi terhadap perkawinan anak. Sehingga, kasus perkawinan anak dapat menurun.
“Apabila tokoh adat telah memberikan sanksi sosial, saya kira itu akan membantu dalam menekan kasus perkawinan anak,” tandas Bintang. (GSR)