Mataram (NTB Satu) – Elshid, Disk Jockey (DJ) asal Sumbawa Besar, Kabupaten Sumbawa telah melaksanakan pra-launching mini album Mantra di Pasar Tradisional Cakranegara, Kota Mataram pada Jumat, 24 Februari 2023 malam. Mantra merupakan mini album perdana dari Elshid yang mengusung genre hard-techno. Mini Album Mantra akan dirilis secara resmi di seluruh platform digital pada 24 Maret 2023 mendatang.
Pra-launching mini album Mantra menyisakan hal menarik. Sebab, Elshid secara sengaja memilih Pasar Tradisional Cakranegara menjadi lokasi pra-launching mini albumnya. Seperti yang diketahui, musik elektronik lebih akrab dan banyak ditemukan di diskotik serta kafe-kafe yang berada di tepi pantai.
Pra-launching mini album Mantra kemudian menampakkan kesan bahwa Elshid hendak mengubah alih ruang arus utama dalam kancah musik elektronik.
“Saya menginginkan agar terdapat sesuatu yang berbeda. Maka dari itu, saya memilih untuk melaksanakan pra-launching mini album Mantra di Pasar Tradisional Cakranegara, Kota Mataram,” ungkap Elshid, Sabtu, 25 Februari 2023.
Ketika memperhatikan DJ di luar Indonesia, Elshid melihat bahwa mereka tidak selalu memainkan musik di diskotik, kafe di tepi pantai, dan lain-lain. Maka dari itu, Elshid hendak memulai sesuatu yang berbeda untuk pergerakan musik elektronik, setidaknya di Kota Mataram. Sepengamatan Elshid, belum terdapat DJ di Kota Mataram yang merilis mini albumnya di pasar tradisional.
“Ke depannya, saya masih ingin melakukan pentas di tempat-tempat yang tidak biasa. Bila perlu, saya ingin pentas di gedung-gedung kosong. Sekali lagi, hal itu dilakukan untuk menampilkan sesuatu yang berbeda, lengkap dengan karakteristik saya,” tandas Elshid.
Sementara itu, Sastrawan Kiki Sulistyo, mengatakan, apa yang dilakukan oleh Elshid dapat menjadi wacana yang menarik untuk dipercakapkan. Menurut Kiki, Elshid sebagai DJ tentu telah akrab dengan “Party” atau pesta. Selain itu, Kiki menuturkan bahwa DJ tidak lain adalah gembala yang dari dek-altarnya hendak membawa “domba-domba” menuju ruang pesta untuk lesap ke dalam sugesti bebunyian.
“Elshid hendak membawa altarnya turun ke pasar, dalam pengertian ruang transaksi tradisional maupun dalam konteks industri, dengan menyelenggarakan rave party di Pasar Cakranegara. Ditambah pula dengan kata ‘mantra’ yang kian menimbulkan distorsi di tengah jejaring citra modernitas, borjuasi, dan kosmologi kuno,” ungkap Kiki dalam esainya yang berjudul “Mantra Elektronik dalam Pasar Tradisional” dikutip NTB Satu, Sabtu, 25 Februari 2023.
Kiki menjelaskan, dengan membawa “mantra elektronik” di tengah pasar tradisional, Elshid seakan hendak membalik postulat bahwa musik rakyat mesti memasuki pasar borjuis. Sebaliknya, justru musik borjuis yang memasuki pasar rakyat. Musik elektronik dinilai sangat tepat untuk melaksanakan pembalikkan tersebut.
Sebab, apabila mantra lebih dekat dengan bunyi ketimbang bahasa, maka musik elektronik lebih dekat dengan mantra ketimbang dengan musik. Pasalnya, musik elektronik, sebagaimana mantra, tidak hanya menyugesti melainkan juga mengintervensi ruang.
Selain itu, dengan membawa dek-altarnya ke tengah pasar tradisional, Elshid juga mengusik kemapanan pasar elektronik yang telanjur identik dengan pesta, okultasi yang seakan-akan modern tapi sebetulnya hanya mengkapitalkan konsep trance dalam kosmologi tradisional. Sementara itu, jembatan yang dibangun Elshid dengan “meng-elektronik-kan” mantra, dan membawanya kembali ke tengah pasar tradisional, meretakkan dinding kapital dan membiarkan segala yang ada di dalam terisap keluar dan segala yang ada di luar meresap ke dalam.
“Pada titik itu, narasi musik yang sudah telanjur digariskan oleh nalar industry, dapat kita pertanyakan kembali,” tutup Kiki. (GSR)