Akademisi UIN: Potensi Ekonomi NTB Berpotensi Melampaui Malut
Mataram (NTBSatu) – Biro Perekonomian Setda NTB mulai merancang mesin ekonomi baru yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Sejumlah pakar dan praktisi dilibatkan dalam forum, dalam rangka menerima masukan, ide dan gagasan ekonomi NTB yang lebih futuristik.
Lewat gagasan membuat Focus Group Discussion (FGD) perdana bertajuk “Membedah Pertumbuhan Ekonomi NTB”, para pakar ekonomi, akademisi, dan pelaku kebijakan menyamakan langkah dalam memperkuat sektor non-tambang.
Fokus pemerintah saat ini pada pertanian, pariwisata, dan UMKM. Hal ini guna mengurangi ketergantungan pada komoditas tambang yang selama ini fluktuatif.
FGD perdana diselenggarakan, Kamis, 6 November 2025 di ruang pertemuan Bank NTB Syariah. Menghadirkan seluruh narasumber strategis. Diantaranya, Ketua Komisi 3 DPRD NTB, Sambirang Ahmadi, Kepala Bank Indonesia Provinsi NTB, Hario K . Pamungkas. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, Wahyudin.
Prof Riduan Masud dari Akademisi UIN Mataram. Dr. Prayitno Basuki Akademisi Unram sekaligus Anggota Tim Percepatan Pembangunan Provinsi NTB. Suhardi Soud dari Tim Pakar Metadata Institute. Dr. H. Muhammad Irwan dari Tim Pakar Metadata Institute. Giri Arnaya,Anggota Tim Percepatan pembangunan NTB.
Prof. Dr. H. Agusdin dari Tim Pakar Metadata Institute. Serta Direktur Utama Bank NTB Syariah, Nazarudin. Dan diundang juga dari Kadin NTB, serta Bappeda NTB, namun berhalangan hadir.
FGD rencananya sekaligus menjadi embrio untuk membuat NTB Economic Forum yang akan rutin diselenggarakan setiap triwulan pada tahun 2026 nanti, guna membedah seluruh persoalan ekonomi, dan mencari solusinya. Agar terwujud target-target pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.
Bisa Saingi Maluku Utara
Akademisi Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Prof. Riduan Mas’ud, menegaskan bahwa potensi ekonomi NTB jauh lebih besar dibanding Maluku Utara (Malut), yang selama ini bertumpu pada sektor tambang dan energi.
Menurutnya, NTB memiliki keunggulan pada sektor pariwisata dan kelautan yang belum tergarap optimal. Salah satu contohnya adalah sektor perikanan, terutama udang, yang menyumbang hampir 18% ekspor nasional dengan produksi sekitar 220.000 ton/tahun di lahan ±6.000 hektare.
Namun, ia menyoroti bahwa nilai manfaat ekonomi bagi NTB belum maksimal karena pajak ekspor justru dinikmati daerah lain sebagai eksportir. Selain itu, NTB belum memiliki pabrik pakan sehingga masih bergantung pada daerah lain.
“Jika ekosistem perikanan diperkuat melalui regulasi dan dukungan sektor keuangan, maka sektor ini dapat mengangkat perdagangan, penyerapan tenaga kerja, hingga citra NTB,” ujarnya.
Ia juga menyoroti aliran transaksi sektor pariwisata yang banyak keluar daerah akibat sistem pembayaran non-lokal. Prof. Riduan mendorong optimalisasi peran Bank NTB Syariah sebagai “anchor bank” agar transaksi wisata tetap berputar di NTB.
Selain itu, keberadaan 1.162 Koperasi Merah Putih dan rencana pembangunan 500 gudang tahun ini diharapkan dapat memperkuat rantai pasok, termasuk komoditas potensial seperti garam.
“Dengan kebijakan yang tepat dan dukungan pemda, sektor perikanan, pariwisata, dan koperasi bisa menjadi lonjakan besar ekonomi NTB,” tegasnya. (*)



