Mataram (NTBSatu) – Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi NTB, Hamdan Kasim menanggapi pernyataan Ketua DPRD, Baiq Isvie Rupaeda yang menyebutkan penggunaan hak interpelasi mengganggu penyaluran Dana Alokasi Khusus (DAK) dari Pemerintah Pusat ke daerah.
Menurut Hamdan, pernyataan Ketua DPRD Provinsi NTB tersebut tidak rasional atau tidak relevan. Sehingga, bahaya apabila menjadi konsumsi publik.
Politisi Partai Golkar ini menegaskan, penggunaan hak interpelasi di tengah kisruh pengelolaan DAK Pemprov NTB saat ini, tidak akan mengganggu proses penyaluran DAK berikutnya. Baik dari sisi jumlah dan sebagainya.
“Jangan memprovokasi publik dengan pernyataan yang tidak rasional. Bahwa daerah penerima DAK itu sudah diatur. Ada kriterianya sendiri dari Pemerintah Pusat,” kata Hamdan, Kamis, 6 Februari 2025.
Penyaluran DAK merupakan wewenang penuh Pemerintah Pusat. Kriteria daerah penerima DAK pun sudah sudah diatur. Sehingga, penyaluran DAK, tidak ada kaitannya dengan interpelasi. Apakah terjadi pengurangan, penambahan, atau tidak disalurkan sama sekali.
Ketua Komisi IV DPRD Provinsi NTB ini menyampaikan, setidaknya ada tiga kriteria daerah penerima DAK dari Pemerintah Pusat. Pertama, mengacu pada kemampuan daerah. Kedua, kebutuhan daerah atau kebutuhan khusus daerah, misalnya persoalan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.
Selanjutnya, daerah tersebut masuk kategori prioritas nasional. Baik dari sisi pengembangan ekonomi, pariwisata dan sebagainya.
“Kemudian ada juga kriteria teknisnya yang harus dipenuhi daerah penerima DAK tersebut,” ujar Hamdan.
Demikian pada aspek pengawasan, apabila terjadi penyalahgunaan dalam pengelolaan DAK dan ditemukan terjadi penyimpangan, maka pemerintah akan mengevaluasi DAK tersebut.
“Namun sekali lagi, tidak mengakibatkan DAK dikurangi atau diberhentikan, itu menyesatkan publik, berbahaya itu. Jadi tidak ada kaitannya dengan aspek pengawasan juga,” tutur Hamdan.
Sebut Ketua DPRD Keliru
Tak hanya itu, Hamdan juga menyentil pernyataan Isvie yang menyebutkan, bahwa kisruh pengelolaan DAK ini biarkan menjadi ranahnya komisi untuk melakukan pengawasan. Artinya, tidak sampai menggunakan hak politik atau hak interpelasi tersebut.
Lagi-lagi Mantan Aktivis HMI ini menganggap, terjadi kekeliruan persepsi dari Ketua DPRD Provinsi NTB. Harusnya, kata Hamdan, Ketua DPRD Provinsi NTB bisa membedakan mana hak dan fungsi anggota dewan.
“Hak interelasi itu hak yang melekat di masing-masing anggota. Merupakan hak istimewa yang sudah tertuang dalam Undang-undang (UU),”
Sementara fungsi, yang melekat pada lembaga DPRD. Misalnya, fungsi legislasi, anggaran, dan fungsi pengawasan.
“Jadi harus bisa membedakan hak dan fungsi dewan itu. Kalau hak itu memang istimewa yang melekat di masing-masing anggota dewan seperti hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat,” ungkapnya.
Upaya Penggembosan Interpelasi DAK
Sebelumnya, Hamdan Kasim membaca gelagat upaya penggembosan gerakan interpelasi sengkarut DAK 2024.
Selain muncul penolakan dari 5 Fraksi, indikasi penggembosan terindikasi secara sistematis melibatkan pimpinan dewan.
“Menurut saya, ini kurang cantik. Kalau mau menolak (Interpelasi DAK) yang cantik lah,” sesal Hamdan kepada NTBSatu di ruangannya, Rabu 5 Februari 2025.
Indikasi itu terjadi saat paripurna pembacaan pandangan fraksi tentang LKPJ Pj. Gubernur NTB Rabu malam. Pimpin DPRD Provinsi NTB menolak membaca surat masuk dari fraksi yang mendukung interpelasi atau hak bertanya pada kasus DAK 2024.
Malah menawarkan membaca surat pada sesi akhir paripurna. Seharusnya, lanjut Hamdan, pimpinan dewan membaca surat dari fraksi pendukung interpelasi DAK, sesuai Tatib dalam urutan sidang.
Dalam Tatib Pasal 58 ayat 1 huruf e, bahwa membaca surat masuk harusnya sejak awal.
“Bukan di akhir. Kalau dengan alasan menjaga dinamika, itu kan sumir sekali alasannya. Sekarang, apakah kita basisnya perasaan atau regulasi? Harusnya regulasi,” tegas politisi Golkar ini berapi api.
HK – sapaannya – menilai sikap pimpinan Dewan ini ia ibaratkan melakukan ibadah, tapi tidak tertib rukunnya. Padahal tahapan atau rukun dalam ritual ibadah itu adalah wajib.
“Berarti batal dong ibadah yang mereka pimpinan dewan lakukan kalau rukunnya gak terpenuhi,” sebutnya.
Indikasi Kejanggalan
Begitu juga dalam rapat paripurna. Jauh jauh hari, atau beberapa pekan sebelumnya, sudah mengirim surat ke pimpinan dewan terkait dukungan hak interpelasi dari 14 anggota Fraksi.
Sekwan Surya Bahari akhirnya membaca surat itu di depan pimpinan dewan Isvie Rupaeda. Namun muncul keanehan.
Pimpinan dewan, lanjut HK, Sekwan mengawali membaca surat 5 Fraksi yang menolak. Di antaranya, Fraksi PKS, PPP, PKB, ABNR, dan Fraksi Gerindra. Sekwan justeru membaca surat pendukung interpelasi pada sesi kedua.
“Jujur, saya jadi suudzan terhadap pimpinan rapat. Sebab seolah olah memaksakan surat masuk 5 Fraksi ini dibacakan juga,” bebernya.
Ini adalah praktik praktik penolakan yang tidak fair. Padahal penolakan itu ada ruang terpisah.
“(Penolakan) ada ruangnya. Tapi ini tiba tiba muncul saat kami sudah mengajukan lebih awal,” pungkas HK menjelaskan terkait indikasi penggembosan interpelasi.
Karena itu, perjuangan Interpelasi tak akan berhenti meski sudah ada yang berupaya menggembosi.
HK dan sejumlah anggota fraksi lainnya tetap mendorong interpelasi kasus DAK sampai akhir. (*)
Kalau fungsi, di sanalah fungsi pengawasan, fungsi pembentukan perda, fungsi anggaran.
Jadi, dia harus bedakan hak sebagai anggota DPRD dan fungsi sebagai Dprd. Harus bisa membedakan hak sebagai anggota dprd dan fungsi sebagai DPRD.
Jangan menyesatkan publik, hak ini memang hak yang melekat dan merupaka hak politik dari masing-masing anggota.
Distriburi dak di dawrah itu punya kriterianya. Itulah kriterianya. Tidak ada kaitannya dengan interpelasi bisa dikurangi dan ditambah. Jangan menyesatkan publik. Untuk dikurangi atau diberhentikan, itu menyesatkan publik, berbahaya itu. Karena kriteria daerah penerima dak itu sudah jelas berdasarkan tiga hal itu.
Bahaya dia punya statement seperti itu. Malah dipikir oleh publik saya yang menbuat kegaduhan, sehingga dak tidak turun.
Jamgan memprovokasi publik dengan pernyataan yang tidak rasional. Bahwa daerah penerima dak itu audab diatur.
Pusat punya wewenanh memberikan dak sesuai kriteria nya. (*)