Site icon NTBSatu

Alasan 5 Fraksi DPRD NTB Tolak Pengajuan Hak Interpelasi Terkait Kisruh Pengelolaan DAK

Paripurna DPRD NTB Senin Malam Pembahasan Pengajuan Hak Interpelasi Pengelolaan DAK Pemprov NTB

Rapat paripurna DPRD NTB, Senin, 3 Februari 2025 malam. Foto: Muhammad Yamin

Mataram (NTBSatu) – Sebanyak lima fraksi DPRD Provinsi NTB, menolak pengajuan hak interpelasi oleh 14 anggota dewan terkait kisruh pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi NTB.

Kelima fraksi DPRD NTB tersebut adalah Fraksi PKS, Amanat Bintang Nurani Rakyat (ABNR), PPP, PKB, dan Fraksi Gerindra.

Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Provinsi NTB, Surya Bahari membacakan alasan kelima fraksi menolak pengajuan hak interpelasi terkait pengelolaan DAK Provinsi NTB Tahun 2024.

Alasan 5 Fraksi Menolak

Pertama, Fraksi PKS. Menurut mereka, pengusulan hak interpelasi tidak memenuhi syarat yang bersifat kooperatif.

Hak interpelasi diusulkan minimal 10 anggota dewan atau lebih dari satu fraksi. Dari hasil kajian, meskipun jumlah pengusul telah memenuhi batas minimal, yaitu 14 anggota dan empat fraksi, namun harus ada satu fraksi utuh yang mengusulkan.

“Berdasarkan alasan di atas kami menyatakan menolak usulan hak interpelasi terkait pengelolaan DAK di Provinsi NTB. Sehingga, merekomendasikan agar pengawasan melalui mekanisme yang lebih tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Surya membacakan pandangan fraksi PKS.

Kemudian, Fraksi PPP. Berdasarkan kajian dan analisa bersama tim ahli dan anggota, maka Fraksi PPP menolak hak interpelasi tersebut.

Menurut Fraksi PPP, pengajuan hak interpelasi tersebut belum memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemerintahan Daerah Pasal 114 Ayat (1). Serta, peraturan tata tertib DPRD NTB Pasal 93 Ayat (1) dan (2).

“Selain itu bahwa usulan hak interpelasi ini kami nilai salah objek. Sebab, DAK adalah murni bantuan pemerintah pusat yang di-transfer ke daerah melalui Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Selanjutnya fungsi DPRD adalah mengawasi hal tersebut melalui komisi-komisi di DPRD,” demikian pandangan Fraksi PPP.

Sama halnya dengan Fraksi ABNR. Fraksi ini menilai, usulan hak interpelasi terkait pengelolaan DAK Provinsi NTB Tahun 2024 perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif.

Hal ini mengingat komplesitas dan implikasi yang mungkin timbul dari penggunaan hak interpelasi tersebut, berdasarkan kajian yang dilakukan fraksi ABNR.

Fraksi ABNR menegaskan komitmen, untuk terus menjalankan fungsi pengwasan secara proposional dan bertanggung jawab. Namun, penggunaan hak interpelasi harus dengan pertimbangan yang matang dan berdasarkan alasan yang kuat.

“Dalam konsep usul hak interpelasi terkait pengelolaan DAK, Fraksi ABNR berpendapat bahwa mekanisme pengwasana bisa oleh komisi-komisi DPRD lebih tepat untuk menggunakan. Sehingga, tidak mengganggu kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program prioritas,” ungkap Sekwan menyampaikan pandangan Fraksi ABNR.

Khawatir Anggaran Berkurang

Selanjutnya, Fraksi PKB. Berdasarkan evaluasi atas pelaksanaan DAK selama ini, terdapat beberapa tantangan.

Pertama, DAK menjadi sumber utama belanja modal pemerintah daerah, khususnya NTB. Di mana seharusnya DAK menjadi sumber pendanaan penunjang pembangunan daerah bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan priorits lainnya, belum maksimal karena kendala sumber pendanaan di daerah.

Kedua, sebagain besar DAK fisik untuk kegiatan rutin, guna memenuhi standar pelayanan minimal, yang seharusnya dipenuhi melalui PAD dan DAU.

Menurut Fraksi PKB, sebelum ada lembaga resmi yang berwenang melakukan evaluasi dan menyatakan telah terjadi permasalahan dalam pengelolaan DAK tersebut, maka hak interpelasi perlu ditahan terlebih dulu.

Khawatirnya, anggaran DAK di Provinsi NTB yang cukup besar bagi kelangsungan pelayanan dasar masyarakat menjadi berkurang atau akan dievaluasi. Padahal seluruh daerah berlomba untuk memperoleh DAK dari pemerintah pusat.

Dalam hal ini, perbaikan pengeloaan bagi pemerintah daerah tetap memperhatikan kendala pelaksanaan yang terjadi di lapangan melalui pelaksanaan DPRD. Meskipun tanpa harus menggunakan hak interpelasi.

“Kami (Fraksi PKB, red) menolak hak interpelasi yang diajukan DPRD NTB terhadap pelaksanaan DAK. Agar DPRD NTB melaksanakan fungsi pengawasan DAK melalui komisi-komisi,” demikian pandangan Fraksi PKB.

Terakhir dari Fraksi Gerindra. Fraksi partai besutan Prabowo Subianto ini menanggapi terkait pengusulan hak interpelasi tersebut.

Menurut mereka, harusnya saat ini lebih fokus pada penguatan mekanisme baik internal pemerintah maupun lembaga eksternal. Hal ini guna memastikan bahwa alokasi dan penggunaan DAK seusai ketentuan hukum yang beralaku dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.

Hujan Interupsi Pembahasan Hak Interpelasi

Rapat Paripurna DPRD NTB yang berlangsung, Senin, 3 Februari 2025 malam, diwarnai hujan interupsi.

Paripurna malam ini harusnya membahas terkait penyampaian laporan komisi-komisi atas hasil pembahasannya terhadap Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Gubernur NTB tahun 2024.

Bermula saat Ketua Fraksi Golkar DPRD NTB, Hamdan Kasim mengajukan interupsi. Ia meminta agar Ketua pimpinan rapat dalam hal ini Ketua DPRD NTB, Baiq Isvie Rupaeda membacakan surat masuk sebelum memasuki acara inti.

Surat masuk tersebut, salah satunya terkait pengajuan hak interpelasi pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemprov NTB tahun 2024.

Sesuai tata tertib DPRD NTB, pembacaan surat masuk harus dilakukan sebelum acara inti. Yang mana, pengajuan hak interpelasi, menurut Hamdan, sudah memenuhi syarat. Yaitu, minimal 10 anggota DPRD NTB dan lebih dari satu fraksi menyetujui.

Sementara yang sudah menandatangani permohonan hak interpelasi tersebut sebanyak 14 anggota dan empat fraksi. Sehingga, sudah semestinya harus dibacakan dan diparipurnakan.

“Dengan segala alasan yang kami sampaikan secara lisan maupun tertulis, saya memohon kepada pimpinan DPRD untuk membacakan dokumen pengajuan hak interpelasi tersebut,” kata Hamdan.

Pro Kontra Anggota DPRD NTB

Terjadi pro dan kontra dari beberapa anggota dewan lainnya atas masukan Hamdan. Ada yang menyetujui pembacaan surat masuk terkait pengajuan hak interpelasi tersebut di awal.

Kemudian, ada juga anggota yang mengusulkan agar pembacaan surat masuk tersebut di akhir. Salah satunya yang menginginkan demikian adalah pimpinan rapat, Baiq Isvie Rupaeda.

Isvie berpendapat, eloknya pembacaan surat masuk ini pada akhir agenda. Ia mempertimbangkan berbagai dinamika yang bakal terjadi apabila awal agenda. Sehingga, bisa mengganggu agenda inti.

“Dengan berbagai pertimbangan, kita selesaikan dulu agenda LKPJ. Kita pahami ini akan menibulkan dinamika dan persepsi yang berbeda dari masing-masing anggota. Karena itu kita bacakan belakangan,” jelas Isvie.

Interupsi kembali masuk, kali ini dari Raden Nuna Abriadi fraksi PDIP. Raden Nuna berpendapat, sepengalamannya selama menjadi anggota dewan, tidak ada pembacaan surat masuk itu di akhir.

“Selama saya menjadi anggota dewan tidak ada itu pembacaan surat masuk di akhir agenda,” ujar Raden Nuna.

Hak Interpelasi DAK Urgent

Demikian juga Indra Jaya Usman alias IJU dari Fraksi Demokrat sampaikan. Ia meminta agar pembacaan surat masuk tersebut di awal agenda atau sebelum pembukaan paripurna.

Tujuannya, supaya tidak mengganggu agenda berikutnya. Menurut IJU, pembacaan pengajuan hak interpelasi ini sudah sangat urgent. Mengingat, surat tersebut sudah masuk sejak beberapa minggu lalu.

“Namun tak kunjung juga dibacakan. Artinya, persoalan hak interpelasi ini tidak boleh kita anggap sebagai bukan agenda. Ini sangat penting,” tegas IJU.

Berbeda dengan Ketua Komisi V DPRD Provinsi NTB, Lalu Sudihartawan. Baginya, pembacaan di awal atau di akhir, tidak menjadi permasalahan.

“Yang penting terbaca. Itu saja,” tutur Sudihartawan.

Selain nama-nama tersebut, anggota dewan lainnya seperti Muhammad Aminurlah alias Maman dari PAN dan Suhaimi dari PDIP, M. Nashib Ikroman alias Achip, juga menyetujui agar pembacaan surat masuk terkait pengajuan hak interpelasi tersebut pada awal agenda.

Hujan interupsi dan silang pendapat sejumlah anggota dewan ini berlangsung alot. Mulai pukul 20.50 Wita sampai 21.50 Wita. Hingga pada akhirnya, pimpinan memutuskan membacakan surat masuk tersebut di awal. (*)

Exit mobile version