Site icon NTBSatu

Demokrat Anggap 5 Fraksi DPRD NTB yang Menolak Interpelasi DAK Salah Kamar, IJU: Kelihatan Paniknya

Ketua Fraksi Demokrat DPRD NTB IJU

Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi NTB, Indra Jaya Usman alias IJU. Foto: Dok Demokrat NTB

Mataram (NTBSatu) – Ketua Fraksi Partai Demokrat DPRD Provinsi NTB, Indra Jaya Usman alias IJU menanggapi penolakan pengajuan hak interpelasi terhadap kisruh pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi NTB Tahun 2024.

Sebanyak lima fraksi menyatakan penolakan terhadap pengajuan hak interpelasi tersebut. Di antaranya, Fraksi PKS, PPP, PKB, ABNR, dan Fraksi Gerindra.

Menurut IJU, sah-sah saja apabila fraksi-fraksi ini menolak, karena hak mereka. Hal itu sebagaimana para pengusul memiliki hak mengajukan interpelasi. Namun menjadi permasalahan, pelaksanaannya tidak pada tempatnya.

“Sah-sah saja kalau ada yang menolak, karena ada yang mengusul. Tapi, forumnya tidak di sana itu salah kamar dan itu kelihatan sekali paniknya,” tutur IJU kepada NTBSatu, Selasa, 4 Februari 2025.

Berdasarkan mekanismenya dalam Undang-Undang dan tata tertib (tatib) DPRD NTB, pembacaan penolakan harusnya dalam paripurna yang khusus membahas hak interpelasi ini. Paripurna tersebut harus dihadiri lebih dari setengah anggota dewan.

Di mana dalam paripurna itu terbuka menyampaikan pandangan masing-masing. Seperti pengusul menyampaikan penjelasan atas usulannya secara detail. Serta, dasar mengajukan hak interpelasi tersebut, tinjauannya secara yuridis dan sebagainya.

Kemudian, anggota DPRD melalui fraksi menyampaikan tanggapannya atas penjelasan pengusul. Selanjutnya, pengusul menjawab tanggapan tersebut.

Setelah itu, lanjut IJU, baru pengambilan keputusan melalui voting. Apabila mendapat persetujuan, harus lebih dari setengah anggota yang hadir.

“Jadi bersabarlah, kita terbuka kok untuk dibantah. Bahkan, buatlah bantahan itu 100 halaman, tapi di kamar yang tepat dengan mekanisme benar benar. Jangan lembaga ini diatur dengan alasan preseden masa lalu, seolah preseden menjadi hukum tertinggi di lembaga ini,” tegasnya IJU.

Sebut Dapat Perlakukan Berbeda

Selain itu, hal lain yang menjadi keberatan IJU adalah terkait pembacaan surat masuk oleh Sekretaris Dewan (Sekwan), Surya Bahari dalam paripurna tadi malam.

Menurut IJU, ada perlakuan berbeda dalam pembacaan surat masuk tersebut. Yaitu antara surat dari pengusul dan fraksi-fraksi yang menolak pengajuan hak interpelasi ini, yang seakan mencitrakan bahwa interpelasi ini tidak akan pengusul menangkan.

“Kita tidak menolak Sekwan membacakan surat masuk (dari fraksi-fraksi yang menolak), tapi bacakan sebagaimana dia bacakan suratnya pengusul. Kemarin surat dari pengusul hanya kopnya saja yang Sekwan bacakan. Semestinya yang lainnya juga kopnya saja dibacakan,” ungkap IJU.

Sepemahamannya, lanjut IJU, soal interpelasi ini sifatnya mutatis dan mutandis atau perubahan-perubahan yang diperlukan atau penting. Artinya, tidak diputuskan oleh fraksi.

“Tapi diputuskan oleh anggota dewan melalui voting. Jadi penolakanya itu ada pada anggota DPRD masing-masing, bukan pada surat-surat yang menolak itu,” bebernya.

“Bukan karena ia mengirimkan surat penolakan lantas interpelasi ini tidak akan jalan. Tidak, mekanisme ini tetap akan jalan karena interpelasi ini sudah memenuhi unsur usulan,” pungkasnya menambahkan.

Sebagai informasi, Sebanyak 14 Anggota DPRD NTB dari empat fraksi, menandatangani pengajuan hak interpelasi terkait pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Pemprov NTB.

Adapun jumlah tersebut sudah memenuhi syarat pengajuan kepada pimpinan untuk dibahas lebih lanjut. Syaratnya adalah persetujuan minimal 10 anggota dewan dan lebih dari satu fraksi.

Lima Fraksi Tolak Pengajuan Hak Interpelasi

Sebanyak lima fraksi DPRD Provinsi NTB, menolak pengajuan hak interpelasi oleh 14 anggota DPRD NTB terkait kisruh pengelolaan DAK Provinsi NTB.

Kelima fraksi DPRD NTB tersebut adalah Fraksi PKS, Amanat Bintang Nurani Rakyat (ABNR), PPP, PKB, dan Fraksi Gerindra.

Sekwan DPRD Provinsi NTB, Surya Bahari membacakan alasan kelima fraksi menolak pengajuan hak interpelasi terkait pengelolaan DAK Provinsi NTB Tahun 2024.

Pertama, Fraksi PKS. Menurut mereka, pengusulan hak interpelasi tidak memenuhi syarat yang bersifat kooperatif.

Hak interpelasi diusulkan minimal 10 anggota dewan atau lebih dari satu fraksi. Dari hasil kajian, meskipun jumlah pengusul telah memenuhi batas minimal, yaitu 14 anggota dan empat fraksi, namun harus ada satu fraksi utuh yang mengusulkan.

“Berdasarkan alasan di atas kami menyatakan menolak usulan hak interpelasi terkait pengelolaan DAK di Provinsi NTB. Sehingga, merekomendasikan agar pengawasan melalui mekanisme yang lebih tepat sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” jelas Surya membacakan pandangan fraksi PKS.

Kemudian, Fraksi PPP. Berdasarkan kajian dan analisa bersama tim ahli dan anggota Fraksi PPP DPRD Provinsi NTB, maka Fraksi PPP menolak hak interpelasi tersebut.

Menurut Fraksi PPP, pengajuan hak interpelasi tersebut belum memenuhi syarat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang (UU) Pemerintahan daerah Pasal 114 Ayat (1) dan peraturan tata tertib DPRD NTB Pasal 93 Ayat (1) dan (2).

“Selain itu bahwa usulan hak interpelasi ini kami nilai salah objek. Sebab, DAK adalah murni bantuan pemerintah pusat yang di-transfer ke daerah melalui organisasi perangkat daerah (OPD). Selanjutnya fungsi DPRD adalah mengawasi hal tersebut melalui komisi-komisi di DPRD,” demikian pandangan Fraksi PPP.

Perlu Kajian Mendalam

Sama halnya dengan Fraksi ABNR. Fraksi ini menilai, usulan hak interpelasi terkait pengelolaan DAK Provinsi NTB Tahun 2024 perlu dikaji secara mendalam dan komprehensif.

Hal ini mengingat komplesitas dan implikasi yang mungkin timbul dari penggunaan hak interpelasi tersebut berdasarkan, kajian yang fraksi ABNR lakukan

Fraksi ABNR menegaskan komitmen untuk terus menjalankan fungsi pengwasan secara proposional dan bertanggung jawab. Namun, penggunaan hak interpelasi harus dengan pertimbangan yang matang dan berdasarkan alasan yang kuat.

“Dalam konsep usul hak interpelasi terkait pengelolaan DAK, Fraksi ABNR berpendapat bahwa mekanisme pengwasana bisa oleh komisi-komisi DPRD lebih tepat untuk menggunakan. Sehingga, tidak mengganggu kinerja pemerintah daerah dalam melaksanakan program-program prioritas,” ungkap Sekwan menyampaikan pandangan Fraksi ABNR.

Khawatir Anggaran Berkurang

Selanjutnya, Fraksi PKB. Berdasarkan evaluasi atas pelaksanaan DAK selama ini, terdapat beberapa tantangan.

Pertama, DAK menjadi sumber utama belanja modal pemerintah daerah, khususnya NTB. Di mana seharusnya DAK menjadi sumber pendanaan penunjang pembangunan daerah bidang pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan priorits lainnya, belum maksimal karena kendala sumber pendanaan di daerah.

Kedua, sebagain besar DAK fisik untuk kegiatan rutin, guna memenuhi standar pelayanan minimal yang seharusnya melalui PAD dan DAU terpenuhi.

Menurut Fraksi PKB, sebelum ada lembaga resmi yang berwenang melakukan evaluasi dan menyatakan telah terjadi permasalahan dalam pengelolaan DAK tersebut. Maka hak interpelasi perlu ditahan terlebih dulu.

Khawatirnya, anggaran DAK di Provinsi NTB yang cukup besar bagi kelangsungan pelayanan dasar masyarakat menjadi berkurang atau pemerintah pusat evaluasi. Padahal seluruh daerah berlomba untuk memperoleh DAK dari pemerintah pusat.

Dalam hal ini, perbaikan pengeloaan bagi pemerintah daerah tetap memperhatikan kendala pelaksanaan yang terjadi di lapangan melalui pelaksanaan DPRD. Meskipun tanpa harus menggunakan hak interpelasi.

“Kami (Fraksi PKB, red) menolak hak interpelasi yang diajukan DPRD NTB terhadap pelaksanaan DAK. Agar DPRD NTB melaksanakan fungsi pengawasan DAK melalui komisi-komisi,” demikian pandangan Fraksi PKB.

Terakhir dari Fraksi Gerindra. Fraksi partai besutan Prabowo Subianto ini menanggapi terkait pengusulan hak interpelasi tersebut.

Menurut mereka, harusnya saat ini lebih fokus pada penguatan mekanisme baik internal pemerintah maupun lembaga eksternal. Hal ini guna memastikan bahwa alokasi dan penggunaan DAK seusai ketentuan hukum yang beralaku dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat. (*)

Exit mobile version