Mataram (NTB Satu) – Kawasan wisata pantai yang ada di Lombok Timur bagian selatan, seperti Pantai Pink serta puluhan gili yang terhampar di depannya memiliki potensi pariwisata yang tinggi dengan sajian keindahan bahari yang dijamin memikat mata. Namun, keindahan itu nyatanya tidak berbanding lurus dengan jumlah wisatawan yang terbilang masih sedikit, terlebih setelah terjadinya gempa bumi dan pandemi Covid-19.
Hal itu, mendorong Tim Program Pengabdian kepada Masyarakat (PPDM), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi yang diketuai oleh L. M. Furkan, Ph.D., untuk melakukan pemberdayaan masyarakat guna membangun pariwisata berkelanjutan dengan sentuhan edukasi atau ekoeduwisata yang saat ini belum ada penerapan konkrit di kawasan tersebut.
“Paket wisata yang disediakan di kawasan ini contohnya adalah trip ke Pantai Pink dan pulau sekitarnya, snorkeling dan diving, eduwisata mangrove, fish market, budidaya garam, budidaya lobster, dan wisata budaya seperti prosesi nyalamaq laut (ritual selamatan laut khas Lombok), tenun dan lain-lain,” terang Furkan, Rabu, 5 Oktober 2022.
Untuk mendukung paket eduwisata tersebut, dikembangkan monumen berbentuk lumbung di bawah laut sebagai tempat tumbuhnya terumbu karang dan rumput laut yang akan menjadi tempat tinggal berbagai jenis ikan dan selanjutnya dapat menjadi satu monumen atraksi wisata yang dapat menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram (FEB Unram) tersebut, mengatakan, selain meningkatkan kapasitas pariwisata di Pantai Pink dan 27 gili di sekitarnya, pengabdian yang dilakukan sejak 2020 hingga 2022 itu juga fokus memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai konsep Pariwisata Berbasis Masyarakat atau biasa disebut Community Based Tourism (CBT).
“Supaya masyarakat memiliki pengetahuan dan keterampilan tambahan sebagai pelaku wisata yang mampu mengelola potensi baharinya sebagai atraksi ekoeduwisata yang memiliki nilai tambah secara ekonomi, sehingga dirasakan manfaatnya baik secara ekonomi maupun ekologis,” tutur Furkan kepada NTB Satu. (RZK)