Sosok Haji Ruslan, Dulu Hidup di Emperan, Kini Jadi “Malaikat Penyembuh” Warga Emperan

Mataram (NTB Satu) – Nama H. Ruslan ramai diperbincangkan setelah Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah memposting klinik kesehatannya di media sosial. Klinik tersebut menarik karena biaya pengobatan terbilang sangat murah, hanya Rp5.000 untuk menebus obat atau suntikan jika dibutuhkan.

Tidak hanya murah, sering kali pasien yang kurang mampu, membayar pengobatan Ruslan dengan biji kedelai, telur, bahkan tidak sama sekali. Ia tetap menerima itu. Baginya, memberikan pelayanan pengobatan bagi orang tidak mampu adalah kebahagiaan tersendiri.

“Saya dibayar pakai telur, oke. Pakai kedelai, oke. Pakai ayam, oke. Tidak membayar juga tidak apa-apa. Saya akan bantu masyarakat yang lemah dengan tenaga dan pikiran saya,” ujar Ruslan ditemui NTB Satu, Senin, 28 Maret 2022.

Gubernur NTB bahkan memuji ramahnya pelayanan yang diberikan Ruslan. Sehingga secara psikologi, pasien menjadi lebih tenang dengan diberikannya perawatan dan harapan. Ia juga berharap, agar selalu ada orang yang mencontoh sosok Ruslan dalam kehidupan bermasyarakat.

Klinik sederhana tersebut tepat berada di samping ritel Indomaret Lingkar Selatan. Jika menggunakan sepeda motor akan menghabiskan waktu sekitar lima menit ke arah timur dari Tugu Mataram Metro.

Berangkat dari keadaan ekonomi yang sulit, mendorong Ruslan memberikan sandaran kepada masyarakat dengan kondisi ekonomi lemah mendapatkan pengobatan modern. Ia tidak memiliki keahlian khusus berbisnis, hanya keyakinan batinlah mengantarkannya memberikan manfaat seperti saat ini.

“Kalau dari harga obat, biaya itu memang tidak cukup, tetapi jalan itu selalu datang dari doa orang yang saya obati, serta sumpah prajurit sapta marga dan 8 wajib TNI akan terus saya pegang,” ujar pria pensiunan TNI yang berpangkat terakhir Sersan Mayor tersebut.

Ruslan lahir dari orang tua yang bekerja sebagai buruh serabutan. Masa kecilnya, terbiasa menjual rumput kepada warga sekitar kampung untuk mendapatkan uang jajan. “Dari SD saya jadi buruh. Setiap hari saya jualan rumput,” ujar Ruslan.

Ia lahir di Rumbuk, Kabupaten Lombok Timur (Lotim). Setelah lulus SD tahun 1974, Ruslan kecil izin kepada orang tua untuk mengadu nasib ke Cakranegara, Kota Mataram. Di Mataram, ia bekerja sebagai buruh angkut, dan setiap malam tidur di emperan toko. Beruntungnya, ada seorang PKL menawarkan Ruslan untuk tinggal di rumahnya.

“Tahun 1973 saya lulus SD, tahun 1974 saya merantau ke Cakranegara jadi buruh, tidur selalu di emperan toko. Namun, ada orang Karang Tapen pungut saya, namanya pak Rasad, dia jualan es serut. Dia lihat saya tidur di emper toko, akhirnya disuruh saya tidur di rumahnya,” imbuh Ruslan.

Setelah satu tahun ia tinggal di rumah pak Rasad, Ruslan mulai bekerja di Asrama TNI Gebang sebagai pengisi air bak mandi, atau pun pekerjaan serabutan lainnya.

“Di Asrama Gebang, saya disuruh ambil air sama tentara-tentara itu, dulu kan tidak ada PAM (Perusanaan Air Minum). Mengisi air di satu rumah itu saya diupah Rp50, dan yang minta saya semakin banyak. Untuk dapat nasi gratis, saya bantu orang buat cuci mobil, motor, siram taman,” ungkapnya.

Setelah bertahun-tahun bekerja di sana, ia ditawari bantuan oleh seorang tentara untuk mendaftar seleksi menjadi tentara. Tanpa berpikir lama, Ruslan langsung pulang mengumpulkan berkas pendaftaran. Dengan postur dan tenaga tubuh yang prima, akhirnya Ruslan bisa menempuh tes penentu di Denpasar tanpa sepengetahuan orang tuanya.

“Saya tidak bilang mau pendidikan tentara. Saya izin bilang mau ke Denpasar, entah menjadi buruh kasar, buruh apapun, yang penting saya kerja, dan akhirnya diizinkan. Saya ingat pesan ibu saya saat mau berangkat, dia bilang, ‘jangan kamu mencuri, mengambil barang orang. Kalau kamu dikasih makan, kamu makan, kalau tidak, jangan,’ kata ibu saya,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Dengan didorong oleh keadaan, Ruslan berlatih mati-matian agar bisa lulus tes. Dengan kerja keras tersebut, ia dinyatakan lulus dan menjadi peringkat ke 17 dari 400 peserta.

Setelah itu, ia resmi menjadi bagian dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), karena masih belum percaya dengan pencapaiannya, status profesi tersebut masih di luar pengetahuan orang tuanya.

“Dari Asrama Gebang, waktu itu kita diwajibkan pulang pakai seragam dinas. Saya pakai seragam dinas, tetapi sampai Narmada saya turun, ganti pakai pakaian biasa,” ujarnya sembari tertawa tipis.

Setelah beberapa tahun mengemban tugas di berbagai daerah, Ruslan mendapat tawaran untuk mengenyam pendidikan bidang ilmu kesehatan di Bali.

“Begitu saya sekolah kesehatan di Denpasar, berbagai penyakit sudah bisa saya atasi. Setelah itu saya nekat pulang dengan pakaian dinas. Sampai di rumah, orang tua saya dan orang kampung kaget lihat saya, dia bilang, ‘tentara Belanda, tentara Belanda,’ karena di tempat saya itu jarang yang menjadi tentara, dan kebetulan kulit saya putih,” jelasnya.

Dengan modal pendidikan dan pengalaman bekerja di bidang medis, Ruslan mulai mendedikasikan ilmunya untuk membantu sesama. Salah satunya dengan membuka pelayanan kesehatan murah sejak tahun 1980 hingga saat ini.

Pelayanan kesehatan yang murah tetapi bekualitas tersebut sangat dirasakan masyarakat, terutama bagi kalangam menengah ke bawah. Salah satu yang merasakan manfaatnya yaitu Narto. Saat ditemui NTB Satu, ia mengaku sudah tiga kali berobat di klinik H. Ruslan, dan ia merasa kondisi tubuhnya semakin membaik.

“Penyakit saya ini kolesterol, asam urat, asam lambung. Ini obat bagus sekali pak, murah lagi, saya sudah buktikan. Jadi untuk masyarakat di bawah itu sangat terbantu sama bapak (Ruslan) ini, terutama yang banyak berobat ke sini tukang sapu dan pemulung,” ujar pria berdarah Madura tersebut.

Ruslan pun tidak lupa memberi pesan kepada generasi muda, khususnya calon tenaga medis agar tidak semena-mena dengan orang yang lebih lemah. Juga senantiasa membaur dengan masyarakat di segala tingkatan.

“Yang penting kita tetap berbaur kepada masyarakat. Jangan sampai kita baru punya pangkat, terus semaunya pasang tarif ke masyarakat,” pesan Ruslan. (RZK)

Exit mobile version