Pada sistem proporsional terbuka, satu kertas suara dengan jumlah kursi yang diperebutkan sebanyak 12 kursi pada sebuah dapil, akan diisi oleh lebih kurang 216 daftar nama caleg dari 18 partai.
“Bayangkan, dalam beberapa detik pemilih itu harus memutuskan memilih dari 216 daftar nama. Dan nama-nama itu tidak dilengkapi foto,” ucapnya.
Dengan memakai sistem distrik, maka di kertas suara itu hanya akan ada 18 caleg dengan dilengkapi foto. Sehingga dimungkinkan kedekatan caleg dan pemilih menjadi lebih intim, karena penanda calegnya lebih jelas (ada foto) luasan dapilnya juga lebih kecil.
“Misal caleg kabupaten untuk satu desa atau beberapa desa, caleg provinsi untuk satu kecamatan atau beberapa kecamatan, caleg pusat untuk satu kabupaten atau beberapa kabupaten,” terangnya.
Berita Terkini:
- Yayasan Penabulu Silaturahmi ke NTBSatu, Bahas Energi Baru, Perempuan dan Disabilitas
- Menyajikan Kursi Pijat Berteknologi Terbaru, Prefect Health Indonesia Hadir di Lombok Epicentrum Mall
- Diduga Curi Sapi, Pelajar di Lombok Timur Terancam Penjara 9 Tahun
- Fahri Hamzah Disinyalir Jadi Menteri, Gelora NTB Tunggu Arahan Pusat
Kemudian, ia pun melihat harus ada penyederhanaan dan konsolidasi politik di parlemen dengan mengganti sistem fraksi pada dua kutub politik.
“Yang pro keputusan pemerintah dan yang kontra usulan pemerintah. Asosiasi anggota terpilih tidak lagi melekat kepada partai atau pengurus partai, tapi kepada rakyat yang dijangkau melalui reses anggota DPR,” tandasnya. (ADH)