Jika terbukti melanggar etik serta terbukti ada konflik kepentingan penyusunan keputusannya?
Seperti diketahui, putusan Ketua hakim MK Anwar Usman pada sidang Gugatan minimal batas usia 40 tahun dan pernah menjabat sebagai kepala daerah, diduga kuat memiliki konflik kepentingan untuk meloloskan keponakannya Gibran Rakabuming Raka menjadi bakal calon wakil presiden pada Pemilu 2024.
Sehingga hasil putusan itu menjadi polemik yang memunculkan narasi politik dinasti. Akibat putusan itu, anak sulung Presiden Jokowi itu resmi menjadi calon wakil presiden dari partai Koalisi Indonesia Maju (KIM), mendampingi Prabowo Subianto dan telah terdaftar di KPU RI.
Berita Terkini:
- Program 100 Hari Iron – Edwin, Prioritaskan Sektor Pendidikan hingga Pengembangan BUMD
- Polisi Geledah Kantor Dikbud NTB
- Menelusuri Jejak PMI Legal Asal NTB: Datang Aman, Bekerja Nyaman, Pulang pulang Tajir!
- Kabid SMK di Mata Kadis Dikbud NTB: Mampu Melaksanakan Tugasnya
Mengenai apakah MKMK dapat merubah putusan MK?
Jimly menyinggung soal hirarki undang-undang. Di mana, Undang-Undang Dasar menyebutkan bahwa putusan MK bersifat final.
Karena itu, pendiri MK itu menantang para pelapor untuk bisa meyakinkan dirinya. Seperti, Bintan R Saragih, dan Wahiduddin Adams. Bahwa dalam kasus ini, UU Kekuasaan Kehakiman bisa mengesampingkan UUD 1945.
“Nah, bagaimana itu? Nah, bagaimana (pelapor) meyakinkan kami bahwa undang-undang dasar itu bisa kita langgar. Kan yang mengatur ini Undang-undang Kekuasaan Kehakiman, lebih rendah dari Undang-Undang Dasar,” kata dia.
“Silakan besok itu akan ada lagi ahli-ahli lain berusaha meyakinkan. Bisa saja kita berubah, karena negara sedang berkembang seperti kita ini memerlukan keputusan-keputusan yang progresif, jangan kaku memahami hukum dan konstitusi,” jelas Jimly. (SAT)