Oleh: H. Suhayatman
Pengusaha dan Kader Parpol
Lebih dari dua bulan lamanya media massa terus disibukkan oleh pemberitaan terkait sistem pemilu yang akan digelar 2024 mendatang.
Berawal ketika muncul gugatan dari Demas Brian Wicaksono (Pengurus PDIP cabang Banyuwangi); Yuwono Pintadi (Anggota Partai NasDem); Fahrurrozi (Bacaleg 2024); Ibnu Rachman Jaya (Warga Jagakarsa, Jakarta Selatan); Riyanto (Warga Pekalongan); dan Nono Marijono (Warga Depok).
Mereka yang menilai bahwa sistem pemilu legislatif saat ini perlu dirubah, menciptakan kegalauan yang berdampak sangat besar bagi sejumlah pihak. Galaunya beberapa pihak itu lantas ditularkan kepada masyarakat luas melalui pemberitaan media dengan berbagai bentuk.
Baik melalui berita televisi, radio, media cetak dan online serta berbagai kanal media sosial.
Ramainya pemberitaan tersebut menjadikan isu gugatan perubahan sistem pemilihan umum ini, seakan-akan menjadi penentu utama nasib sebagian besar rakyat di negeri ini kedepan. Bahkan ada yang sepertinya ingin membuat isu ini terkesan menjadi penentu hancur tidaknya negeri ini ke depan.
Menurut saya yang telah cukup lama berkecimpung dalam urusan politik daerah di Mataram, pelaksanaan sistem pemilu terbuka dan tertutup mungkin jadi akan memberi pengaruh langsung pada sebagian masyarakat. Namun sepertinya juga tidak akan sedahsyat yang diberitakan. Khususnya untuk masyarakat luas secara umum.
Perlu diingat, sebelumnya kita pernah menjalani pemilu dengan sistem tertutup. Pernah juga dengan sistem terbuka. Secara umum roda pemerintahan dan kaitannya dengan kehidupan masyarakat secara menyeluruh, terutama publik kebanyakan. Tidak tampak terlalu signifikan perubahannya. Meski tak bisa dipungkiri bahwa sebagian kecil masyarakat memang merasakan dampak signifikan secara langsung.
Menurut saya juga bahwa kondisi kehidupan masyarakat sebenarnya terpengaruh juga oleh banyak faktor lain. Bukan hanya oleh sistem pemilu. Meski tidak juga bisa dipungkiri bahwa sistem pemilu akan menghasilkan proses seleksi yang berbeda dan tentu menghasilkan legislatif yang tidak serupa. Namun legislatif yang terpilih dari kedua sistem itupun tidak lantas menjamin kualitas dewan terpilih.
Semua tetap akan kembali kepada karakter personal masing-masing orang. Selain itu tindakan para dewan pun akan tergantung juga dengan sistem yang berlaku saat mereka menjabat nanti. Karena tidak ada jaminan bahwa sistem kerja dewan akan tetap seperti sekarang.
Jadi mungkin lebih tepat jika kita sebagai masyarakat umum lebih aktif mencari informasi tentang para kandidat yang akan maju sebagai caleg. Jika memang kita merasa perlu memperhatikan nasib daerah dan bangsa ini kedepannya.
Karena kualitas personal lah yang akan paling menentukan kinerja mereka setelah diamanahkan menjadi wakil rakyat. Walau kebijakan partai mungkin akan memberi pengaruh, sistem kerja juga akan cukup berperan. Namun karakter setiap dewan akan menjadi warna utama dalam sikap dan kerja mereka. Silahkan buktikan sendiri dengan perbandingan kinerja dewan di wilayah anda masing-masing.
Keaktifan sebanyak-banyaknya masyarakat yang mau mencari informasi tentang calon wakilnya, akan sangat menentukan hasil kerja dewan terpilih untuk masyarakat nantinya. Jika terbuka, tinggal pilih langsung nama caleg yang kerjanya bagus atau kira-kira nanti kerjanya akan bagus.
Jika tertutup, tinggal pilih partai yang banyak berisi orang-orang yang kira-kira nanti akan bisa bekerja dengan baik. Namun perlu diingat bahwa manfaat dari kinerja dewan untuk masyarakat bersifat komulatif. Bukan kinerja yang manfaatnya bersifat perorangan. (*)