Akomodir Hak Anak di Dunia Pendidikan Lewat Satuan Pendidikan Ramah Anak

Mataram (NTB Satu) – Setiap anak memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang mengajarkan mereka pemahaman, perdamaian, kesetaraan gender, dan persahabatan antar manusia dengan tetap menghormati budaya sendiri dan orang lain.

Tidak hanya itu, berdasarkan Konvensi Hak Anak, seorang anak berhak dengan pendidikan yang dapat menumbuhkan karakter, bakat, kondisi mental, dan kemampuan fisik anak.

Hak-hak anak dalam dunia pendidikan inilah yang coba diakomodir dalam konsep Satuan Pendidikan Ramah Anak (SRA) untuk sekolah, madrasah, maupun lembaga formal, non formal, dan informal yang di dalamnya terdapat kegiatan pembelajaran.

Konsep SRA ini telah melekat pada SMAN 9 Mataram sejak 2020. Mendapat sertifikat SRA level SMA dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) membuatnya berkomitmen menjamin hak anak terpenuhi.

“Salah satunya seperti hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang dalam prosesnya itu terpenuhi tanpa adanya kekerasan, tanpa adanya perundungan, dan tanpa adanya pengaruh-pengaruh buruk. Sehingga dengan adanya pedoman sekolah ramah anak, maka interaksi buruk yang terjadi di lingkungan sekolah bisa dikurangi,” ungkap Kepala SMAN 9 Mataram, Nengah Istiqomah, M.Pd., Senin, 27 Februari 2023.

Pelaksanaan konsep SRA di sekolah tidak hanya saat di kelas pada kegiatan belajar mengajar seperti mengemukakan pandangannya dan menerima, menyampaikan informasi, tetapi saat bergaul sesama teman juga diterapkan.

“Konsep SRA itu melaksanakan disiplin positif, diharapkan kalimat-kalimat positif yang ada di lingkungan sekolah, tidak ada lagi kalimat negatif. Tidak hanya kalimat, dari paradigma pun kami coba ubah agar ketika anak-anak berinteraksi dihargai, merasa diterima, tidak dibeda-bedakan secara latar belakang pendidikan orang tua, ekonomi dan kondisi sosialnya,” jelas Nengah.

Dengan adanya lingkungan positif dan saling dukung di sekolah dapat membuat kegiatan para siswa nyaman dan tidak terjadi perkelahian. “Anak-anak kami ajarkan agar mereka harus saling menghargai karena permasalahan yang sering terjadi penyebabnya karena tidak saling menghargai, maka sekarang kami arahkan mulai bersahabat dengan lingkungan dan bisa menerima perbedaan,” tambah Nengah.

Dari para guru dan pegawai sekolah pun diberikan pelatihan, karena salah satu syarat menjadi SRA adalah tenaga pendidiknya terlatih Konvensi Hak Anak dan Sekolah Ramah Anak.

“Kami mulai tanamkan mindset untuk memperlakukan anak sebagai anak yang memiliki martabat, anak yang jika melakukan kesalahan tidak harus divonis seolah-olah pendosa, sederhananya yang kami lakukan mengubah kalimat anak bersalah menjadi anak berkisah,” ujar Nengah.

Melalui konsep SRA ini, Nengah berharap, kedepan permasalahan siswa yang menyulitkan bisa diselesaikan bersama. “Dengan kegigihan tim SRA yang telah kami bentuk, permasalahan siswa di SMAN 9 Mataram dapat bisa kami selesaikan dan berikan solusi kedepan bagi siswa baik melalui internal sekolah maupun dengan jejaring SRA sendiri sehingga anak-anak dapat memiliki karakter dan budaya yang baik,” pungkas Nengah. (JEF)

Exit mobile version