Mataram (NTB Satu) – Sebanyak 15 Jaksa Penuntut Umum (JPU) di NTB siap mengawal sidang dugaan korupsi dana Kredit Usaha Rakyat (KUR) petani di Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah.
“Ada 15 jaksa masuk dalam daftar penuntut umum untuk persidangan terdakwa atas nama AM dan LIRA Selasa, 21 Februari 2023,” kata Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Mataram, I Wayan Suryawan pada Senin, 20 Februari 2023.
Ke-15 jaksa yang akan mengawal sidang di PN Tipikor Mataram tersebut adalah I Wayan Suryawan, Yustika Dewi, Sesarto Putra, Dian Purnama, Burhanuddin.
Selain itu, Budi Tridadi Wibawa, Hasan Basri, Fahar Alamsyah Malo, Ema Muliawati, Indrawan Pranacitra, I Komang Prasetya, dan Ahmad Bayhaqi.
Jaksa yang masuk dalam daftar penuntut umum tersebut, lanjut Wayan, berasal dari delegasi Kejaksaan Tinggi NTB dan Kejaksaan Negeri Mataram.
Sebelumnya, Kasi Humas Pengadilan Negeri Mataram, Kelik Trimargo juga membenarkan adanya persidangan tersebut. “MR dan LIRA telah terdaftar di Pengadilan Negeri Mataram dan akan diperiksa Selasa pagi,” katanya.
Terdakwa AR, terdaftar dengan nomor: 5/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr. Sedangkan untuk terdakwa LIRA terdaftar dengan nomor: 6/Pid.Sus-TPK/2023/PN Mtr.
Dalam perkara ini, kedua terdakwa memiliki peran berbeda. AM merupakan mantan pejabat dari perbankan konvensional yang bertugas menyalurkan dana KUR. Sedangkan LIRA merupakan bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang berperan sebagai pemilik CV ABB.
Dari dakwaan, jaksa penuntut umum menerapkan sangkaan Pasal 2 dan/atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pdana korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Diberitakan sebelumnya, kasus dugaan korupsi dana KUR dari Bank BNI ini bermula pada bulan Agustus 2020. Saat itu, salah satu Dirjen Kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, Dirjen menginformasikan tentang adanya program KUR untuk para petani.
Informasi itu kemudian ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit itu. Untuk petani jagung, sekitar 789 orang yang tersebar di 5 desa di Kecamatan Jerowaru. Dan yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh. Setiap petani dijanjikan diberikan pinjaman sebesar Rp15 juta per hektare, dengan total luas lahan mencapai 1.582 hektare.
Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di 5 desa di wilayah Kecamatan Jerowaru dengan melibatkan pihak ketiga atau off taker. Pihak ketiga tersebut yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah, dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR.
Saat proses pengajuan KUR, pihak BNI yang langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan off taker, yaitu PT ABB. Perusahaan atau off taker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.
Permasalahan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjaman di Bank BRI namun tidak bisa diproses. Alasannya, keuangan mereka dinilai bermasalah, karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di Bank BNI.
Tunggakan para petani pun beragam. Mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta, tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara para petani mengaku tidak pernah menerima dana kredit tersebut.
Karena perkara ini, negara mengalami kerugian hingga Rp29,6 miliar. Angka tersebut merupakan hasil hitung Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB. (KHN)