Buku Merah Alizarin, Bacaan Tentang Tubuh Manusia dan Perasaan Kosong dari Irma Agryanti

Mataram (NTB Satu) – Setelah merilis buku Merah Alizarin beberapa waktu lalu, Komunitas Akarpohon Mataram menggelar Perayaan Buku Merah Alizarin pada Sabtu, 18 Februari 2023 lalu di Gerobak Kopi Jalanan, Kota Mataram. Dalam gelaran tersebut, turut tampil Irma Agryanti selaku penulis buku Merah Alizarin, Marlinda Ramdhani selaku pembedah, WenWin selaku pengalih wahana, dan Afwan Abrory selaku pemandu.

Pembedah Buku Merah Alizarin, Marlinda Ramdhani mengatakan, isu yang paling kerap muncul dalam buku Merah Alizarin adalah pembacaan tentang tubuh manusia (red, pengalaman). Kemudian, Marlinda merasa bahwa pembacaan tersebut sukses digarap oleh Irma Agryanti.

“Kalau dibandingkan dengan buku Anjing Gunung, buku Merah Alizarin lebih mudah ditafsirkan atau terasa lebih dekat dengan pembaca. Dalam buku Merah Alizarin, saya melihat Irma Agryanti banyak membahas tubuh manusia. Oleh karena itu, saya merasa bahwa buku Merah Alizarin berhasil menghantarkan apa yang tengah dirasakan dan dipikirkan penulis kepada para pembaca,” ujar Marlinda, Senin, 20 Februari 2023.

Tentu saja tidak seluruh puisi dalam buku Merah Alizarin dapat ditafsir dengan mudah. Menurut Marlinda, jika membaca puisi-puisi pada pembukaan buku Merah Alizarin yang berkutat pada perasaan, ia meyakini para pembaca akan mudah memahami makna di balik puisi-puisi tersebut. Tema-tema yang ada di awal buku Merah Alizarin adalah hal-hal yang biasa dirasakan kebanyakan orang.

“Perasaan kosong, ragu dan was-was adalah hal-hal yang paling dominan muncul dalam buku Merah Alizarin. Kemudian, saya merasa bahwa pembaca dekat dengan ketiga hal tersebut,” terang Marlinda.

Perasaan kosong dalam buku Merah Alizarin, menurut Marlinda adalah sesuatu (red, perasaan) yang dibiarkan mengambang oleh Irma Agryanti ketika menyelesaikan puisi-puisinya. Marlinda meyakini bahwa akan banyak pembaca yang menanyakan motif Irma Agryanti terkait penyisaan perasaan kosong tersebut.

Kemudian, Marlinda menjelaskan, dalam buku Merah Alizarin, Irma Agryanti membagi puisi-puisinya menjadi tiga ruang, antara lain kepala, kamar, dan kota. Marlinda banyak sekali menemukan perasaan kosong ketika membaca puisi-puisi yang berada di dalam ruang kepala. Karena aku—lirik dalam buku Merah Alizarin tidak pernah sampai kepada kesimpulan tertentu, maka perasaan kosong tersebut kemudian muncul.

“Namun, Irma Agryanti sendiri pernah mengatakan bahwa pembaca harus mengisi sendiri perasaan kosong yang tertinggal selepas membaca buku Merah Alizarin,” sebut Marlinda.

Secara garis besar, Irma Agryanti dalam buku Merah Alizarin hendak menyampaikan sesuatu atau pengalaman pribadi yang ada dalam dirinya. Di dalam buku Merah Alizarin, Irma Agryanti hendak memperlihatkan kepada pembaca bahwa di dunia terdapat hal-hal yang bersifat tidak tentu atau mutlak. Selain itu, diksi-diksi dalam buku Merah Alizarin memiliki hubungan yang dekat pancaindra manusia.

“Saya sangat menyukai buku Merah Alizarin. Karena, puisi-puisi dalam buku Merah Alizarin bersifat tidak abstrak. Sebagai pembaca puisi, saya memang lebih menikmati puisi-puisi yang ditulis dengan pendekatan yang bersifat tidak abstrak,” pungkas Marlinda. (GSR)

Exit mobile version