Penyair Irma Agryanti Rilis Buku Kumpulan Puisi “Merah Alizarin”

Mataram (NTB Satu) – Komunitas Akarpohon Mataram merilis buku kumpulan puisi Merah Alizarin karya Irma Agryanti yang diterbitkan DIVA Press pada Sabtu, 4 Februari 2023 lalu di Jalan Swakarya III, Kekalik, Kota Mataram.

Buku Merah Alizarin menjadi buku kumpulan puisi ketiga dari Irma setelah merilis buku Requiem Ingatan dan Anjing Gunung. Pada tahun 2019, buku Anjing Gunung meraih penghargaan Kusala Sastra Khatulistiwa kategori buku puisi terbaik.

Penulis Buku Merah Alizarin, Irma Agryanti berharap, semoga puisi-puisi dalam buku Merah Alizarin dapat tersampaikan, sehingga memendarkan pengetahuan baru untuk para pembaca. Ia tidak ingin para pembaca Merah Alizarin terinspirasi, melainkan mendapat pengetahuan yang baru.

Yang dimaksud sebagai pembaca adalah orang-orang yang memiliki pengetahuan mengenai teknik membaca puisi. Pasalnya, jika pembaca tersebut tidak memiliki nalar puisi, Irma khawatir bahwa puisi-puisi dalam buku Merah Alizarin berubah menjadi sesuatu yang salah diartikan.

“Semoga saja orang-orang yang tadinya tidak memiliki nalar puisi, dapat memiliki pengetahuan yang benar tentang puisi setelah membaca buku Merah Alizarin,” ujar Irma, Senin, 6 Februari 2023.

Proses Kreatif Merah Alizarin

Di dalam buku Requiem Ingatan, Irma mengaku masih menggarap tema-tema yang acak, sehingga subjek puisi di dalamnya belum memiliki entitas tunggal. Sedangkan, subjek puisi dalam buku Anjing Gunung meletakkan sesuatu di luar diri (red, pikiran dan perasaan) secara terus-menerus. Sementara itu, subjek puisi dalam buku Merah Alizarin menarik sesuatu yang berada di luar untuk ditempatkan di dalam diri (red, pikiran dan perasaan).

“Masa penciptaan Anjing Gunung dan Merah Alizarin sebenarnya tidak terpaut waktu yang jauh. Hanya saja, suara subjek dalam buku Anjing Gunung memiliki suara yang berbeda dengan buku Merah Alizarin,” terang Irma.

Irma menjelaskan, isi di dalam buku Anjing Gunung maupun Merah Alizarin, walaupun berbeda, tetap sama-sama menimbulkan masalah. Buku Anjing Gunung memotret permasalahan di luar diri subjek puisi, sementara buku Merah Alizarin memotret permasalahan di dalam diri subjek puisi. Dari situ, ia menyimpulkan bahwa sesuatu di dalam maupun luar diri, masing-masing memiliki entitas yang saling tolak-menolak.

“Jika dua entitas tersebut tidak dapat diseimbangkan, maka keduanya akan terus saling menyerang satu sama lain. Sampai saat ini, saya masih mencari cara untuk menyeimbangkan keduanya. Saya tidak memaknai serangan dua entitas tersebut sebagai kesulitan, melainkan sebuah kecemasan,” jelas Irma.

Lebih lanjut, Irma menceritakan, seorang temannya pernah mengatakan bahwa puisi-puisi pada buku Merah Alizarin lebih banyak memberikan sesuatu yang bersifat kosong. Pada akhirnya, setelah banyak hal terlalui, puisi-puisi dalam buku Merah Alizarin hanya tampak sebagai sebuah hal yang mengambang dan kosong.

“Saya pun sepakat atas pembacaan tersebut,” beber Irma.

Walaupun sehari-hari bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), Irma tidak yakin profesi tersebut memiliki keterpengaruhan langsung dengan proses menulis puisi. Karena, pada intinya, Irma hanya mengambil sesuatu yang bersifat dekat dengan diri kemudian dijadikan puisi.

“Kalaupun nantinya profesi ASN ternyata memiliki hubungan dengan puisi-puisi yang telah dihasilkan, saya merasa hal tersebut hanyalah sebuah kebetulan. Karena, saya menggarap puisi-puisi yang hanya memiliki kedekatan dengan diri saya sendiri,” tandas Irma.

Ke depannya, Irma akan merilis buku puisi baru berdasarkan proyek pengerjaan puisi dalam merespons karya-karya Italo Calvino, seorang penulis asal Italia. Kemungkinan besar buku puisi tersebut akan dirilis pada awal tahun 2024. (GSR)

Exit mobile version