Kekerasan Seksual turut Diatur dalam PMA, Kakanwil Kemenag NTB: Kawal Terus

Mataram (NTB Satu) – Saat ini, terdapat Peraturan Menteri Agama (PMA) No.73 Tahun 2022 tentang Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan pada Kementerian Agama. Oleh karena itu, Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) NTB tengah mengawal implementasi dari peraturan tersebut.

Pelaksana Tugas Kepala Kanwil Kemenag NTB Zamroni Aziz mengatakan, pola interaksi antara guru dan murid di lembaga pendidikan adalah mitra. Maka dari itu, guru harus membina anak-anak murid agar mendapat pola interaksi seperi pola keluarga.

“Sekarang terdapat Peraturan Menteri Agama, kami akan sosialisasikan ke tingkat paling bawah. Oleh karena itu, kami mengimbau kepada seluruh lembaga pendidikan baik ponpes dan madrasah untuk mengikuti aturan yang telah dibuat,” ujar Zamroni, dikonfirmasi NTB Satu, Minggu, 23 Oktober 2022.

Dalam PMA yang ditandatangani Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyampaikan bahwa ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan serta tatapan yang bernuansa seksual pada korban masuk kategori kekerasan seksual sehingga membuat orang-orang tidak nyaman.

“Peraturan tersebut perlu terus dikawal. Sebab, hari ini, kami tidak lagi memakai pola lama,” terang Zamroni.

PMA No.73 Tahun 2022 mengatur tentang upaya penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kementerian Agama yang meliputi, pendidikan formal, nonformal, dan informal, serta madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan.

Diketahui, PMA No.73 Tahun 2022 terdiri atas tujuh Bab, yaitu ketentuan umum, bentuk kekerasan seksual, pencegahan, penanganan, pelaporan, pemantauan, dan evaluasi, sanksi, dan ketentuan penutup.
Tercatat ada 20 pasal dalam PMA itu.

PMA tersebut pun turut mengatur perihal bentuk kekerasan seksual mencakup perbuatan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, atau melalui teknologi informasi dan komunikasi. Terdapat 16 klasifikasi bentuk kekerasan seksual, termasuk menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, atau identitas gender korban, yaitu menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, atau siulan yang bernuansa seksual pada korban masuk kategori kekerasan seksual.

Untuk mengupayakan pencegahan, PMA No.73 Tahun 2022 mengatur perihal satuan Pendidikan harus melakukan sosialisasi, pengembangan kurikulum dan pembelajaran, penyusunan SOP pencegahan, serta pengembangan jejaring komunikasi. Satuan pendidikan dapat berkoordinasi dengan Kementerian atau Lembaga, pemerintah daerah, perguruan tinggi, satuan pendidikan lain, masyarakat, dan orang tua peserta didik.

Mengenai upaya penanganan, PMA No.73 Tahun 2022 mengatur tentang pelaporan, pelindungan, pendampingan, penindakan, dan pemulihan korban. Menyoal sanksi, PMA tersebut mengatur bahwa pelaku yang terbukti melakukan kekerasan seksual berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi pidana serta sanksi administrasi. (GSR)

Exit mobile version