Kerugian Negara Kasus KUR BNI Dihitung, Kejati Pertimbangkan Panggil Kembali Wabup Lombok Timur

Mataram (NTB Satu) – Penyidik Pidanan Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB masih melakukan upaya penyidikan, berkaitan dengan kasus dugaan korupsi Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk ratusan petani di Lombok Timur.

Bahkan saat ini, pihak BPKP tengah menghitung kerugian negara akibat kasus itu. “Masih dalam tahap penyidikan, saat ini juga sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh BPKP,” kata Kasi Penkum Kejati NTB, Efrien Saputera kepada ntbsatu.com, Rabu 21 September 2022.

Seperti diketahui, pada Jumat 22 Juli 2022 lalu, penyidik Kejati NTB telah menetapkan dua orang tersangka dalam kasus itu. Inisial AN yang merupakan karyawan dari bank penyalur dalam hal ini BNI. Sementara untuk satu tersangka lainnya, inisial IN, merupakan mantan bendahara dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB yang juga menjabat direktur di salah satu perusahaan.

Ditanya terkait apakah akan dilakukan pemanggilan lagi kepada ketua HKTI NTB yang juga Wakil Bupati Lotim, H. Rumaksi, Efrien mengatakan, tidak akan menutup kemungkinan akan diperiksanya orang nomor dua di Lotim itu.

“Jika memang keterangannya masih diperlukan guna melengkapi penyidikan, pasti akan dilakukan pemeriksaan kembali,” sebutnya.

Meski begitu, Efrien menyatakan, saat ini dirinya belum mendapat informasi mengenai apakah akan dilakukan pemeriksaan kembali atau tidak.

Kasus dugaan korupsi dana KUR BNI ini bermula pada bulan Agustus 2020. Ketika itu, dirjen salah satu Kementerian melakukan pertemuan dengan para petani di wilayah selatan Lombok Timur. Dalam pertemuan itu, dirjen tersebut memberitahukan terkait adanya program KUR untuk para petani.

Informasi itu lalu ditindaklanjuti dengan pengajuan nama petani yang diusulkan mendapatkan kredit itu. Untuk petani jagung sekitar 789 orang yang tersebar di 5 desa di Kecamatan Jerowaru. Yang paling banyak adalah petani jagung di Desa Ekas Buana dan Sekaroh Kecamatan Jerowaru. Setiap petani dijanjikan pinjaman sebesar Rp15 juta per hektare dengan total luas lahan mencapai 1.582 hektar.

Para petani yang terdata sebagai penerima KUR diwajibkan untuk menandatangani berkas-berkas pendukung untuk kelancaran pengajuan pinjaman tersebut. Proses penandatanganan dilakukan oleh petani jagung di 5 desa di wilayah Kecamatan Jerowaru yang melibatkan pihak ketiga atau off taker. Yaitu PT ABB serta oknum pengurus HKTI NTB sebagai mitra pemerintah dan Bank BNI Cabang Mataram sebagai mitra perbankan dalam penyaluran KUR.

Saat proses pengajuan KUR ini, pihak BNI yang langsung turun meminta tanda tangan para petani dengan dilengkapi berkas pinjaman. Skema KUR tani melibatkan pihak ketiga atau offtaker, yaitu PT ABB. Perusahaan atau offtaker ini kuat dugaan ditunjuk langsung dari pihak Kementerian, termasuk juga salah satu organisasi di NTB yang bergelut di bidang pertanian.

Persoalan mulai muncul ketika sejumlah petani yang ingin mengajukan pinjam di Bank BRI namun tidak bisa diproses. Mereka dinilai keuangannya bermasalah karena memiliki pinjaman dan tunggakan KUR di Bank BNI.

Tunggakan merekapun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Tergantung dari jumlah luas lahan yang dimiliki. Sementara para petani ini mengaku tidak pernah menerima dana kredit itu alias kredit fiktif. (MIL)

Exit mobile version