Terjerat UU ITE, Polda NTB Limpahkan Berkas Ketua PHDI NTB ke Kejari Mataram

Mataram (NTB Satu) – Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda NTB menetapkan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) NTB, Ida Made Santi Adnya (IMSA) sebagai tersangka atas kasus Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dilakukan 2021 lalu. Berkas perkara Ketua PHDI NTB dinyatakan lengkap atau P21 oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) beberapa hari lalu. Kini kasusnya memasuki tahap dua di Kejaksaan Tinggi NTB.

“Tersangkanya IMSA. Sudah dinyatakan juga P21 oleh Kejaksaan Tinggi NTB pada 5 Juli 2022. Kemudian rencananya hari ini Rabu 27 Juli 2022, adalah pelimpahan tahap dua di Kejaksaan Tinggi NTB penyerahan tersangka dan barang bukti,” kata Kabag Wasidik Ditreskrimsus Polda NTB, AKBP Darsono Setya Aji, Rabu 27 Juli 2022.

Masalah ini bermula ketika IMSA menjadi kuasa hukum dari seorang wanita berinisial NS, untuk masalah pembagian harta gono-gini pasca-perceraian. Pasca-perceraian NS dengan suaminya, GG persoalan pembagian gono-gini sudah diputuskan dibagi dua. Hal ini sesuai keputusan Peninjauan Kembali (PK) dan Mahkamah Agung RI. Objek gono-gininya saat itu ada 9, salah satunya sebuah hotel di Cakranegara.

Permohonan lelang kemudian diajukan ke Pengadilan Negeri Mataram dan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Hal itu juga melibatkan tim appraisal independen yang menilai estimasi harga objek gono-gini tersebut. Pengumuman lelang untuk Hotel B juga sudah diumumkan Pengadilan dan KPKNL, termasuk di iklan media massa cetak.

“Data-data yang dimaksud ini sebenarnya kalau kita lihat sudah dilakukan proses penilaian aset. Kemudian penetapan jadwal lelang memang benar. Itu prosesnya sudah lama di 2020,” jelasnya.

Kemudian diposting kejadiannya pada 2022, sehingga tidak sesuai dengan fakta yang ada. Jadi beritanya bohong sehingga menyesatkan konsumen. IMSA diketahui merilis menggunakan akun facebooknya, membuat postingan. Di mana dalam postingan di akun media sosialnya itu, ia menuliskan, “Barang siapa berminat dengan hotel ini, bisa hubungi saya dan mendaftar ke kantor KPKNL Mataram”.

Postingannya disertai foto Hotel B, dan sejumlah dokumen seperti hasil appraisal dan dokumen pengumuman KPKNL Mataram.

“Itu dugaan kita di tindak pidana UU ITE. Karena dikuatkan dengan alat bukti kita yang lain baik ahli bahasa, ITE dan kelengkapan bukti yang lainnya. Jadi merugikan dari pihak hotel B,” ungkap Plh Kasubdit Cyber Ditreskrimsus Polda NTB tersebut.

Berkaitan dengan masalah penahanan, sudah menjadi kewenangan JPU yang akan menerima penyerahan tersangka dan barang bukti. Untuk pembuktiannya di pengadilan. “Riwayat proses perkaranya tersangka sebagai lawyer di pihak istri pemilik hotel B. Disangkakan Pasal 28 ayat 1 juncto Pasal 45 ayat 1 UU RI No.19 Tahun 2016,” tuturnya.

Sementara itu, pada Maret 2021 IMSA dipanggil penyidik Polda NTB untuk memberikan klarifikasi. Kasus ini kemudian berlanjut hingga dirinya ditetapkan sebagai tersangka pada awal Februari 2022. Pasal yang menjeratnya adalah Pasal 28, ayat (1), Undang-Undang ITE, terkait penyebaran berita bohong. Dengan ancaman hukuman maksimal 6 tahun penjara dan atau denda paling banyak Rp1 miliar. (MIL)

Exit mobile version