Petani dan Nelayan Lombok Adukan Dugaan Maladministrasi Kartu Kusuka ke Ombudsman

Mataram (NTB Satu) –   Petani dan Nelayan di Lombok mengeluhkan berlarut-larutnya pendistribusian Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (Kusuka) di wilayah Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Utara.

Hal ini memunculkan dugaan adanya tindakan maladministrasi di dalam proses tata kelola distribusi kartu tersebut, sehingga diadukan ke Ombudsman RI Perwakilan NTB, Selasa 12 Juli 2022.

Dugaan maladministrasi itu diadukan Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), dan Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI).

Demikian keterangan tertulis diterima ntbsatu.com dari Ombudsman RI Perwakilan NTB, Selasa 12 Juli 2022 malam.

Sebagai informasi, Kartu Kusuka digunakan sebagai identitas tunggal bagi pelaku usaha kelautan dan perikanan, diantaranya seperti nelayan, pembudidaya ikan, petambak garam, pemasar ikan, pengolah ikan, dan pengusaha jasa pengiriman hasil perikanan.

Kartu ini sendiri diterbitkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kementerian Kelautan dan Perikanan Nomor 39 Tahun 2017.

Manfaat dari kartu, memudahkan pelaku usaha kelautan dan perikanan dalam bertransaksi online, memudahkan dalam mengakses pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan memudahkan dalam pengajuan asuransi nelayan (Asnel).

Dedi Sopyan selaku Ketua KNTI Kabupaten Lombok Timur menyatakan bahwa sekitar 900 (sembilan ratus) nelayan yang berada di Kecamatan Jerowaru selama ini sudah terdata sebagai penerima kartu tersebut.

“Namun pencetakan Kartu Kusuka yang dilakukan oleh Bank BNI selama dua tahun terakhir tidak pernah terealisasi dengan berbagai alasan,” ungkap Dedi.

Akibatnya banyak nelayan yang sangat kesulitan. selain kesulitan dalam mengakses manfaat utama dari Kartu Kusuka, juga dalam hal memperoleh  akses untuk membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum Nelayan (SPBUN).

DKP sendiri telah memberikan kelonggaran kepada nelayan akibat belum tercetaknya Kartu Kusuka, yaitu dengan meminta nelayan untuk mencetak Surat Keterangan (Suket) sementara yang menyatakan memang terdaftar sebagai penerima Kartu Kusuka. “Nantinya Suket sementara tersebut dijadikan lampiran dalam memperoleh Surat Rekomendasi untuk pembelian BBM bersubsidi di SPBUN,” jelasnya.  

Sulitnya Layanan BBM

Masalah lain yang disampaikan oleh Dedi yaitu terbatasnya jumlah SPBUN yang ada di Kabupaten Lombok Timur, akibatnya akses nelayanan dalam memperoleh BBM bersubsidi sangat terbatas.

Sebagai contoh, untuk nelayan yang yang berada di wilayah selatan seperti di Kecamatan Jerowaru, harus membeli BBM bersubsidi di SPBUN Labuhan Lombok yang jaraknya cukup jauh. Selain jauh, jumlah kuota BBM bersubsidi untuk nelayan juga sangat terbatas, sehingga tidak heran ketika nelayan ingin membeli BBM bersubsidi harus mengantri dalam hitungan jam bahkan hari.

Untuk menyiasati jarak dan lamanya mendapatkan BBM bersubsidi tersebut, para nelayan akhirnya membeli BBM dari pengecer dengan harga cukup tinggi yaitu Rp. 10.000 per liter untuk jenis pertalite, sedangkan BBM bersubsidi dengan jenis pertalite harganya hanya RP. 7.200 per liter. Ketersedian BBM besrsubsidi bagi nelayan pada dasarnya telah dijamin oleh Pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam namun hal tersebut tidak berjalan mulus di lapangan.

Masalah Sama di KLU

Permasalahan yang sama juga terjadi di Kabupaten Lombok Utara, Habibi selaku Sekretaris KNTI Kabupaten Lombok Utara juga menyampaikan bahwa jumlah nelayan yang telah terdata sebagai penerima Kartu Kusuka mencapai 1.100 orang.

Namun sama halnya dengan di Lombok Timur, hingga saat ini Kartu Kusuka tersebut belum dapat tercetak. Bahkan di kabupaten Lombok Utara sendiri, para nelayan terbatas aksesnya untuk mendapatkan BBM bersubsidi karena di Lombok Utara tidak terdapat SPBUN seperti halnya yang ada di Lombok Timur, sehingga dia sangat berharap bantuan Ombudsman agar Pelayanan Publik khususnya sektor energi ini dapat terselesaikan.

Investigasi Lapangan Fitra NTB

Perwakilan Fitra NTB yang mendampingi nelayan, Hamdi mengungkapkan, bahwa pihaknya sudah melakukan investigasi di lapangan khususnya di Kabupaten Lombok Timur.

Dari Investigasi tersebut diduga kuat ada potensi maladminstrasi dalam pendistribusian BBM bersubsidi bagi nelayan. “Sebagai contoh, terdapat oknum-oknum yang bukan nelayan, yang memanfaatkan kedekatannya dengan beberapa nelayan guna mendapatkan pinjaman Kartu Kusuka,” sesalnya.

Setelah oknum tersebut memperoleh beberapa Kartu KUSUKA milik nelayan, maka oknum tersebut meminta rekomendasi ke DKP agar dapat membeli BBM bersubsidi, yang kemudian BBM bersubsidi tersebut akan dijual kembali secara eceran.

Menindaklanjuti laporan tersebut, Adhar Hakim selaku Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi NTB mengapresiasi apa yang telah dilakukan FITRA dan KNTI.

Dia menyatakan akan mempelajari laporan yang disampaikan, terkait dugaan maladministrasi penundaan berlarut dalam proses penerbitan Kartu KUSUKA dan dugaan maladministrasi penyimpangan prosedur dalam tata kelola distribusi BBM bersubsidi untuk nelayan miskin.

Adhar meminta FITRA dan KNTI melengkapi kembali beberapa dokumen sesuai syarat penerimaan laporan pada Ombudsman. (HAK)

Exit mobile version