Kasus Pelecehan Seksual Mahasiswi di Mataram, Aktivis Perempuan Desak Kampus Bersikap

Mataram (NTB Satu) – Kasus pelecehan seksual yang menimpa puluhan mahasiswi di Kota Mataram dinilai sebagai kasus yang sangat serius dan mendesak. Seluruh pihak, terutama perguruan tinggi harus segera melibatkan diri dan mengambil sikap dalam upaya pencegahan dan penanganan kasus pelecehan seksual.

Ketua Senyum Puan, Ade Lativa Fitri mengatakan, pihak perguruan tinggi perlu memikirkan perlindungan dan pemulihan terhadap korban. Menurut pemaparan Ade, salah satu asas perguruan tinggi adalah kebajikan, yakni perguruan tinggi perlu menjamin keselamatan, dan kesejahteraan bagi seluruh civitas akademika.

Oleh karena itu, pembentukan satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual pada lingkungan perguruan tinggi bukan sekadar menjadi bentuk pemenuhan amanat Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi no.30 tahun 2021.

“Selain itu, merupakan bentuk komitmen perguruan tinggi dalam menciptakan ruang yang aman bagi seluruh civitas akademika,” ungkap Ade, dihubungi NTB Satu, Sabtu, 2 Juli 2022.

Puluhan mahasiswi dari beberapa Perguruan Tinggi (PT) di Kota Mataram menjadi korban pelecehan seksual. Bahkan dari 10 korban yang melapor ke Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKPH) Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), 5 orang di antaranya mengaku mendapat tindakan persetubuhan.

Puluhan korban yang mengadu tersebut, rata-rata merupakan mahasiswi tingkat akhir di beberapa kampus di kota Mataram. Sementara modus yang dilakukan oleh terduga pelaku, menurut pengakuan korban, mulai dari dijanjikan permudah penyusunan skripsi, menyembuhkan penyakit, sampai dengan mampu membuang sial.

Perguruan tinggi diminta agar membuat sebuah regulasi yang mengatur tata cara bimbingan skripsi, seperti pembimbingan saat di kampus serta jam kerja.

“Meski itu tidak menjamin akan aman, sebab pelaku dapat berbuat jahat tanpa pandang tempat dan waktu, tapi saya rasa itu adalah salah satu upaya yang mampu meminimalisir potensi terjadinya kekerasan seksual,” terang Ade.

Menurut Ade, kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi seperti alarm bangun tidur yang berbunyi tiada henti. Kasus kekerasan seksual tetap terjadi dan terus mendesak berbagai pihak untuk segera menyadari betapa kekerasan seksual amat sangat berbahaya.

Dari sekian banyak variasi kasus dan sering dibicarakan, terdapat beberapa modus yang tidak pernah dipikirkan. Ade merasa kasus yang baru saja terjadi di Mataram adalah tamparan keras bagi pengurus perguruan tinggi.

“Perguruan tinggi sering gagal memberi ruang aman bagi mahasiswa dan dipermainkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab,” tandas Ade.

Komunitas Senyum Puan merupakan komunitas yang memfokuskan diri pada tiga hal. Pertama, edukasi masyarakat, kemudian advokasi isu dan pemberdayaan remaja, khususnya perempuan. Selain itu, Senyum Puan memiliki dua program unggulan, Hotline Ruang Aman dan kedua, Aksi Puan. (GSR)

Exit mobile version