Mataram (NTB Satu) – Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dinyatakan sudah memasuki musim kemarau, tetai potensi terjadinya hujan lebat disertai angin hingga akhir Juni 2022 diperkirakan masih tinggi. Kondisi ini disebabkan karena Indeks El Niño–Southern Oscillation (ENSO) berada pada kondisi La Nina Moderat (Indeks ENSO: -1.05). Kondisi tersebut akan berlangsung pada kategori Lemah hingga Netral sampai September 2022. Karena itu potensi pembentukan awan menjadi meningkat.
“Potensi pembentukan awan di wilayah sekitar NTB diprakirakan akan masih dapat terjadi hingga akhir Juni 2022,” ujar Prakirawan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Lombok Barat (Staklim Lobar), Afriyas Ulfah, Jumat, 10 Juni 2022.
Selain itu, suhu udara juga terasa semakin dingin akibat Monsun Australia yang masih mendominasi seluruh wilayah Indonesia.
Pada dasarian II Juni 2022. Intensitas hujan di atas 20mm/dasarian akan terjadi di seluruh wilayah NTB dengan peluang lebih dari 60 persen. Sedangkan intensitas di atas 60 mm/dasarian diprakirakan terjadi di wilayah Lombok Barat, Kota Mataram, sebagaian Lombok Tengah, sebagian kecil Lombok Timur, sebagian Sumbawa, Sumbawa Barat, sebagian Dompu, dan sebagian Bima bagian utara.
Masyarakat di NTB diimbau agar tetap waspada dan bila perlu memanfaatkan fenomena tersebut untuk menampung air sebagai cadangan.
“Masyarakat perlu tetap mewaspadai adanya potensi cuaca ekstrem seperti hujan lebat dan angin kencang. Masyarakat dapat memanfaatkan peluang adanya hujan ini dengan melakukan penampungan air guna mengantisipasi bencana kekeringan,” imbau Afriyas.
Tidak hanya itu, BMKG Nasional memperidiksi akan terjadi banjir pesisir atau rob di NTB, khususnya pesisir Bima dan Dompu pada pada 13 Juni sampai dengan 17 Juni 2022. Hal itu disebabkan oleh hembusan konsisten angin dengan kecepatan cukup tinggi di hingga 46 kilometer per jam di bebebrapa perairan Indonesia. Kecepatan angin tersebut menyebabkan peningkatan ketinggian gelombang sebanyak 2 hingga 3 meter.
Kondisi itu bertepatan terjadinya fenomena super full moon yang juga meningkatkan potensi kenaikan gelombang tersebut.
“Bersamaan dengan itu, adanya fenomena super full moon yaitu fase bulan purnama yang bersamaan dengan fase pasang air laut tertinggi pada tanggal 14 Juni 2022 berpotensi menyebabkan terjadinya peningkatan ketinggian pasang air laut,” tulis Kepala Pusat Meteorologi Maritim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Eko Prasetyo, MT, Rabu, 8 Juni 2022.
Akibatnya, aktivitas masyarakat pesisir maupun pelabuhan akan terganggu, seperti aktivitas bongkar muat, aktivitas di pemukiman, tambak garam, bahkan perikanan darat. (RZK)