Dinilai Mengeksploitasi Anak, Praktik Joki Cilik di Bima Diminta Berhenti

Mataram (NTB Satu) – Praktik joki cilik di daerah Bima dan sekitarnya masih marak terjadi. Sejumlah pihak merekomendasikan agar praktik tersebut segera diberhentikan. Pasalnya, praktik joki cilik dinilai mengeksploitasi anak-anak. Selain itu, jumlah korban yang telah berjatuhan dan keselamatan anak-anak turut menjadi sorotan.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram, Joko Jumadi mengatakan, praktik joki cilik harus segera diberhentikan. Menurutnya, Persatuan Olahraga Berkuda Indonesia (Pordasi) NTB belum memiliki regulasi dan jaminan keselamatan yang mumpuni bagi para joki cilik.

“Setop praktik joki cilik adalah harga mati. Sebab, seorang anak tidak layak menjadi joki cilik sementara orang dewasa bersorak sorai melihat aksi para joki cilik beraksi,” ungkap Joko, ditemui di Mataram, Jumat, 27 Mei 2022.

Joko memaparkan, arena pacuan kuda bukanlah tempat yang tepat dan layak untuk mengembangkan karakter dan melatih kelincahan anak. Dalam salah satu hadist riwayat, berkuda memang dianjurkan. Namun, membuat anak-anak menjadi joki cilik dan dipertontonkan kepada masyarakat bukanlah sunnah.

“Joki cilik pun bukanlah tradisi. Banyak sejarawan bersaksi bahwa tidak terdapat satu pun hal yang membahas joki cilik di berbagai catatan kerajaan Bima. Itu artinya joki cilik adalah produk baru, bukan dari masa lampau,” ujar Joko.

Joko menyampaikan, pihak penyelenggara berjanji bakal memberikan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan kepada para joki cilik. Namun, Joko meragukan hal tersebut. Pasalnya, penyedia layanan BPJS tidak akan memberikan kartu tersebut kepada anak-anak. Ia juga mengaku tidak mengetahui motif Pordasi NTB terus melegalkan praktik joki cili walaupun telah memakan korban.

“Sedangkan untuk asuransi, saya pikir tidak ada satu perusahaan asuransi yang mau memfasilitasi para joki cilik. Selain itu, mereka (Pordasi NTB) tetap mengizinkan praktik joki cilik hanya karena kesenangan belaka atau ada hal lain, saya benar-benar tidak tahu,” terang Joko.

Sebelum melegalkan praktik joki cilik, Joko menyarankan agar Pordasi NTB membuat regulasi dan jaminan keselamatan yang tepat bagi para joki cilik. Setiap olahraga tentu memiliki resiko masing-masing. Namun, Joko berharap agar Pordasi NTB dapat mencontoh Ikatan Motor Indonesia (IMI) NTB dalam membuat peraturan terhadap para joki cilik.

“Kalau IMI, memang terdapat anak-anak yang membalap. Tapi, tingkat kecepatan mesin telah dibatasi. Selain itu, standar keamanannya pun jelas. Kalau melihat pacuan kuda yang di Bima, pelana pun tidak ada. Itu akan repot kalau seluruh pihak masih membiarkan kemudian mengizinkan,” papar Joko.

Selama joki cilik masih berusia anak-anak dan Pordasi belum memiliki regulasi yang jelas soal keamanan, Joko tetap tidak bersepakat dan merekomendasikan praktik joki cilik terus dilegalkan.

Lebih lanjut, Joko menceritakan, telah melakukan upaya kriminalisasi praktik joki cilik. Namun, tindakan tersebut tidak dapat menyelesaikan perkara.

“Sejak awal, perizinan joki cilik merupakan praktik eksploitasi anak. Pelakunya itu dapat meliputi orang tua, pemilik kuda, penyelenggara, termasuk pemerintah harus bertanggungjawab,” tutur Joko.

Joko menyampaikan, arena pacuan kuda bukan tempat yang layak bagi anak. Pasalnya, di dalam area pacuan kuda masih terdapat praktik dan arena perjudian. Maka, satu-satunya solusi adalah praktik joki cilik harus diberhentikan hingga aturan dan standar keselematan yang jelas diterbitkan.

“Saya pikir anak-anak yang menjadi korban sudah cukup dan tidak boleh lagi dilanjutkan. Sebab, orang-orang yang menggunakan anak-anak sebagai joki cilik, sangat tidak manusiawi, baik pemilik kuda serta penyelenggara,” tandas Joko.

Sementara itu, Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TPPKK) NTB, Hj. Niken Saptarini Widiyawati Zulkieflimansyah S.E., M.S., mengatakan, praktik joki cilik merupakan hal kompleks. Oleh karena itu, ia meminta kepada seluruh orang tua agar membatasi anak-anak dalam mengikuti pacuan kuda.

“Memberikan edukasi dan pemahaman kepada keluarga baik anak maupun bapak sebagai kepala rumah tangga, agar mengutamakan pendidikan bagi masa depan anak, sangatlah penting. Karena informasinya, saat lomba pacuan kuda, joki cilik ini tidak masuk sekolah,” ujar Niken, di Aula Pendopo Bupati Dompu, Rabu, 24 Mei 2022.

Persoalan lain yang dihadapi joki cilik saat pacuan kuda adalah resiko kemungkinan terjadi kecelakaan. Termasuk bila terdapat taruhan, yang menurut para ahli merupakan bentuk eksploitasi terhadap anak.

“Hal lain juga yang harus diperhatikan adalah ada 10 hak anak yang harus dijamin oleh semua pihak. Salah duanya adalah pendidikan dan kesehatan,” pungkas Niken. (GSR)

Exit mobile version