Mataram (NTB Satu) – PT Pertamina Patra Niaga Integrated menepis dugaan minyak tumpah di Teluk Bima. Pertamina menyampaikan tidak terdapat kebocoran pipa minyak atau sesuatu yang dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Fuel Terminal Manager Pertamina Bima, Damianus Fery Bayu Permana melalui keterangan pers mengatakan, seluruh sarana fasilitas Pertamina tidak mengalami kebocoran. Ia menerangkan, pencemaran di Teluk Bima tampak berbusa dan tercium bau amis.
“Berdasarkan rapat koordinasi teknis yang dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Republik Indonesia tanggal 28 April 2022, serta dinas terkait yang hadir dalam rapat, menyampaikan bahwa ini (pencemaran di Teluk Bima) adalah fenomena lendir laut atau ingus laut (sea snot),” ungkap Fery Bayu dalam keterangan pers, Kamis, 28 April 2022.
Ferry Bayu menyampaikan, pengambilan sampel air telah dilaksanakan bersama Dinas Lingkungan Hidup Kota Bima dengan 38 paramater uji berdasarkan PP 22 tahun 202. “Lampiran VIII masih dalam proses pengiriman ke lab akreditasi,” ujar Ferry Bayu.
Sampai saat ini, femomena ingus laut yang terpantau di Teluk Bima sudah bersih dibandingkan hari-hari sebelumnya.
“Sebagai BUMN yang bergerak di bidang industri miyak dan gas, kami selalu berkomitmen untuk menjaga keandalan sarana dan fasilitas, mengutamakan safety dan juga patuh terhadap ketentuan lingkungan hidup dan ketentuan terkait lainnya,” tutup Ferry Bayu.
Ingus Laut
Sebelumnya, hasil pantauan lapangan Pemerintah Kabupaten Bima melalui Tim DLH kabupaten Bima, bahwa gumpalan yang terjadi ini bukan tumpahan minyak, sebagaimana spekulasi selama ini.
“Dugaan sementara berasal dari lumut atau ganggang laut,” kata Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan Setda Kabupaten Bima, Suryadin, S.S dalam keterangan tertulisnya, Rabu 27 April 2022.
Namun, untuk memastikan penyebab fenomena tersebut, pihak DLH Kabupaten Bima telah mengambil sampel air laut dan gumpalan tersebut dianalisa lebih lanjut di laboratorium.
“Namun untuk kesimpulan apa penyebab pasti dari fenomena tersebut baru bisa diketahui secara pasti setelah ada hasil dari laboratorium,” kata Yan, sapaan karibnya.
Meski harus menunggu hasil lab, tetapi pihaknya melalui Tim DLH menyimpulkan fenomena di Teluk Bima lebih menjurus ke “Sea snot”. Sebuah istilah untuk fenomena lendir laut atau ingus laut yang merupakan sekumpulan organisme mirip mukus yang ditemukan di laut.
Sifatnya yang mirip gelatin dan krim umumnya tak berbahaya, namun dapat mengandung virus dan bakteria, termasuk E. coli. Lendir laut sering muncul di Laut Tengah dan baru-baru ini menyebar ke Laut Marmara Turki.
Kelimpahan Fitoplankton
Sementara itu, Tim IPB University juga melakukan respon cepat terhadap fenomena munculnya lapisan cokelat tebal di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat. Hasil identifikasi cepat tim IPB University dan tim Universitas Mataram (Unram) menunjukkan adanya kelimpahan fitoplankton yang sangat tinggi dari kelas Bacillariophyceae (Diatom).
Fitoplankton tersebut diduga mengarah pada genus Navicula atau Mastogloia dengan estimasi kelimpahan berkisar 10–100 miliar sel per liter.
Tim dari Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) IPB University dipimpin oleh Prof Hefni Effendi yang merupakan Pakar Lingkungan IPB University. Beranggotakan Mursalin Aan, M.Si., yang merupakan Ahli Kualitas Air; Reza Zulmi M.Si., dosen IPB University dari Departemen MSP; dan Luluk DW Handayani, M.Si., peneliti PPLH IPB University.
Dalam pengambilan sampel pada Jumat, 29 April 2022, Prof Hefni dan tim berkoordinasi dengan alumnus IPB University dari Departemen MSP FPIK, Maulana Ishak, S.Pi., yang berdomisili di Bima. Maulana juga merupakan Ketua Yayasan Kabua Dana Rasa (LSM Lingkungan). Prof Hefni bersama tim juga berkoordinasi dengan Dr. Paryono dari Unram. Tim Unram juga melakukan pengambilan contoh lapisan cokelat dan contoh air.
“Kesimpulan yang dapat diintisarikan dari kajian awal ini adalah, adanya lapisan coklat serupa jelly ini merupakan material biologis berupa biomassa fitoplankton (Bacillariophyceae) yang mengalami peledakan pertumbuhan pesat (blooming), yang sudah mati dan mengapung di permukaan laut,” kata Prof Hefni. (GSR/HAK)