Mataram (NTB Satu) – Persentase balita yang mengalami stunting di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) cukup tinggi. Untuk menurunkan angka stunting di Provinsi NTB, Pemprov NTB akan membentuk tim pendamping untuk anak stunting di setiap desa.
“Jadi nanti, akan ada pendamping stunting di desa yang sudah terlatih. Pendamping itu terdiri dari bidan desa, kader posyandu, dan kader pengabdi,” ujar Asisten III Setda Pemprov NTB, dr. Nurhandini Eka Dewi pada Rabu, 27 April 2022.
Tugas dari para pendamping tersebut yaitu untuk mendidik dan memantau program penurunan stunting di desa berjalan dengan semestinya, seperti cara pemberian MP – ASI yang baik dan benar untuk anak. Jumlah pendamping yang akan dilatih dan diterjunkan di NTB sebanyak 5.000 pendamping, dengan sumber pendanaan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Saat ini, menurut Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi NTB, persentase jumlah balita yang mengalami stunting di NTB mencapai 33,49 persen, dan sebagian wilayah di NTB berstatus “merah” jumlah stunting. Kabupaten Lombok Timur menjadi daerah “merah” terbesar di NTB karena memiliki prevalensi (kasus) stunting 37,6 persen. Artinya dari 100 balita yang ada di Lombok Timur, hampir 38 balita di antaranya tergolong stunting.
Dengan berbagai program yang sudah maupun akan digalakkan, termasuk dengan membentuk tim pendamping stunting, persentase balita stunting ditargetkan turun menjadi 14 persen di tahun 2024.
Kendala yang saat ini dialami dalam upaya menurunkan angka stunting yaitu datangnya pandemi yang menggangu keberlangsungan Posyandu.
“Karena Pandemi, kita diperlambat. Sehingga butuh upaya ekstra,” imbuh Eka.
Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Akibatnya, perkembangan otak, metabolisme tubuh, dan pertumbuhan fisik menjadi terganggu.
Salah satu faktor potensial sampai 70 persen yang menyebabkan terjadinya stunting adalah anak terlahir secara prematur. Kelahiran prematur sendiri seringkali disebabkan oleh kondisi tubuh sang ibu yang kurus dan kurang nutrisi saat mengandung. Badan kurus serta kurang nutrisi merupakan salah satu dampak dari lemahnya kondisi ekonomi. (RZK)