Harga Pertamax Naik, Banyak Konsumen Beralih ke Pertalite

Mataram (NTB Satu) – Kenaikan harga BBM jenis Pertamax yang cenderung tinggi mengakibatkan berubahnya selera konsumen. Sejak harga baru Pertamax diberlakukan per 1 April, sejumlah konsumen menyatakan lebih memilih Pertalite. Kenaikan harga Pertamax cukup tinggi, dari Rp9.000 perliter menjadi Rp12.500 perliter.

Amin, misalnya salah seorang konsumen Pertamax di Kota Mataram kini sudah beralih menggunakan Pertalite setelah pemerintah secara resmi menaikkan harga Pertamax. “Saya ngisi kendaraan pakai Pertalite. Lumayan selisih harganya dengan Pertamax,” katanya, Selasa 5 April 2022.

Lain halnya dengan Awaludin, sejak kenaikan harga Pertamax, ia menyiasati kebutuhan BBM kendaraannya dengan menggunakan Pertamax yang dicampur dengan Pertalite dengan harapan agar RON di dalam BBMnya masih tetap tinggi.

“Sebelum harga naik, saya full pakai Pertamax, tapi sekarang saya pakai BBM mix. Satu liter Pertamax dicampur dua liter Pertalite. Mungkin RON bisa 100 itu,” katanya berseloroh.

Sementara itu, Ketua Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Provinsi NTB, Komang Mahendra Gandhi juga mengkhawatirkan masifnya migrasi konsumen Pertamax ke pertalite yang harganya relatif lebih rendah.

Namun, di sisi lainnya, kalangan pengusaha tidak bisa melakukan intervensi kepada konsumen terkait produk BBM yang digunakan. Pengusaha hanya bertanggung jawab terhadap penyaluran. Pihaknya hanya bisa memberikan imbauan agar produk BBM bersubsidi hanya dapat dinikmati oleh masyarakat kurang mampu, sementara non subsidi seperti Pertamax digunakan oleh masyarakat dengan ekonomi menengah ke atas.

“Jadi apapun kebijakan yang keluarkan, suka atau tidak suka ya kita harus tetap bersyukur, tetap semangat, yang penting kita sudah komit untuk menyalurkan BBM ini kepada masyarakat sebaik mungkin sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Gandi.

Pengusaha Migas juga merasakan dampak dari kenaikan Pertamax yang diberlakukan pemerintah mulai 1 April 2022. Salah satu dampak yang dirasakan adalah membengkaknya modal usaha.

Menurutnya, kenaikan harga BBM pasti berpengaruh terhadap kenaikan modal usaha yang harus dikeluarkan. Meski demikian, Mahendra mengakui kenaikan itu tidak berpengaruh besar terhadap keuntungan yang diperoleh karena harga jual ke konsumen secara otomatis akan menyesuaikan.

“Kalau kita hitung nominal, misalnya kita sebelumnya bermodal Rp9.000 saat ini menjadi Rp12.500. ya membengkak lah, tapi kan kami yang begitu-begitu tidak terlalu menghiraukan,” demikian Gandi. (ABG)

Exit mobile version