Mataram (NTB Satu) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB akan memulai membuat pemetaan daerah-daerah yang terancam mengalami bencana kekeringan saat memasuki awal musim kemarau.
“Ya kami mulai mapping April ini,” kata Kepala BPBD Provinsi NTB, H. Sahdan, ST., MT., menjawab ntbsatu.com, Sabtu, 2 April 2022.
Hal tersebut dilakukan setelah BMKG Stasiun Klimatologi Lombok Barat memprediksi musim kemarau 2022 di NTB diperkirakan umumnya akan dimulai pada bulan April 2022.
“Selain itu kami juga akan rapat bersama BPBD seluruh kabupuaten/kota di NTB, berkoordinasi dengan BMKG dan pihak terkait pada bulan Mei nanti guna membahas isu kekeringan ini,” ujarnya.
Dikatakan Sahdan, rapat tersebut diselenggarakan guna menentukan secara bersama status kebencanaan NTB di tengah musim kemarau. Sebab setelah rapat dilakukan, kata Sahdan, Pemerintah Provinsi NTB dapat mengeluarkan regulasi sesuai kondisi yang ada.
“Setelah semua pihak sepakat, misalnya menetapkan status siaga bencana kekeringan, maka Gubernur NTB akan membuat SK sebagai langkah antisipasi,” terangnya.
Berdasarkan pengalaman yang pernah terjadi lanjut Sahdan, tidak semua daerah atau wilayah di NTB memiliki potensi kekeringan. “Seperti di Kota Mataram. Kalau di wilayah lain masih berpotensi,” ucapnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, daerah yang menjadi langganan bencana kekeringan saat musim kemarau adalah di wilayah Sumbawa, Bima, dan Dompu.
“Langganan selama ini kalau hujan kebanjiran kalau panas kekeringan ya di Bima, Sumbawa, dan Dompu,” tandasnya.
Mengantisipasi hal tersebut, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah strategi dan rencana untuk menghadapi ancaman kekeringan di NTB. Baik secara jangka pendek maupun jangka panjang.
“Secara jangka pendek, kita buat sumur bor, sumur gali, dan lainnya. Tetapi secara jangka panjangnya ini yang lebih penting, yaitu kita harus memperbaiki hutan kita karena sumber mata air ada di sana,” tegasnya.
Saat ini, pihaknya terus mengimbau kepada seluruh lapisan masyarakat agar tidak sembarangan menebang pohon di hutan. Pasalnya, dampak bencana kekeringan lebih dahsyat dibandingan bencana yang lain.
“Kalau kita tidak bisa menemukan air itu bahaya. Karena 70 persen unsur di dalam manusia itu adalah air,” pungkasnya. (DAA)