Mataram (NTB Satu) – Berdasarkan data Dinas Sosisal Provinsi NTB, jumlah penyandang disabilitas di Provinsi NTB mencapai 28.652 orang. Dari 9 kabupaten/kota di NTB, Lombok Timur menjadi wilayah dengan jumlah disabilitas tertinggi yaitu 7.455 orang.
Kemudian disusul Kabupaten Bima 3.539 orang, Lombok Utara 3.403 oraang, Sumbawa Barat 2.734 orang, Lombok Tengah 2.662 orang, Kabupaten Sumabawa 2.519 orang, Lombok Barat 2.122 orang, Kabupaten Dompu 1.576 orang, Kota Bima 1.420 orang dan Kota Mataram sebanyak 1.222 orang.
Terkait dengan hal itu, Kepala Dinas Sosial (Kadisos) Provinsi NTB, H. Ahsanul Khalik menyampaikan bahwa pemerintah saat ini sedang fokus pada pemberian alat bantu atau sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas.
“Kita siapkan kursi roda, tongkat ketiak, tongkat tuna netra, tongkat lansia karena ada disabilitas seperti lansia. Kemudian alat bantu dengar sesuai dengan kebutuhan lansia,” katanya saat ditemui ntbsatu.com di ruang kerjanya Jum’at, 18 Maret 2022.
Dikatakan Khalik, pemerintah juga telah menyiapkan satu panti sosial untuk disabilitas mental, di mana sekitar 100 orang penyandang disabilitas mental ditangani dan ditanggung pembiayaannya menggunakan Anggaran Pembelanjaan Daeerah (APBD).
“Mereka ditanggung di situ, pakaiannya, makanannya, hingga jaminan kesehatannya sampai nanti suatu saat mereka dipulangkan,” imbuhnya.
Selain itu, bantuan insedentil juga merupakan bagian upaya pemerintah memperhatikan kondisi disabilitas di daerah. “Di saat tertentu mereka sangat membutuhkan kebutuhan dasar, seperti sembako, makanan, dan lainnya. Kita langsung intervensi kalau menemukan itu,” tuturnya.
Untuk menanggulangi hal tersebut, pemerintah memasukkan para penyandang disabilitas ini ke data Program Keluarga Harapan (PKH) yaitu dalam bentuk PKH adaptif. Hal tersebut dilakukan karena salah satu program unggulan Pemerintah Provinsi NTB adalah NTB Ramah Disabilitas.
Selain itu, pria kelahiran Lombok Timur ini mengungkapkan bahwa pihaknya banyak menggandeng intansi dan stakeholder lain untuk memfasilitasi berbagai kebutuhan disabilitas di NTB. Sebagai contoh, pendidikan bagi disabilitas difasilitasi dengan Sekolah Luar Biasa (SLB) bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTB.
Kemudian pelatihan-pelatihan untuk disabilitas pihaknya bekerjasama dengan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi NTB. Selanjutnya penaganan disabilitas yang berhadapan dengan hukum di mana pihaknya bekerjasama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM), Polda NTB, Pengadilan Agama NTB, dan Pengadilan Tinggi NTB.
“Kami menyiapkan peralatan yang dibutuhkan instansi dan stakeholder. Tidak semua disabilitas kita bisa tangani sendiri. Kita juga sedang mengusulkan panti sosial pemberdayaan disabilitas ke Kementerian Dalam Negeri,” ujar Khalik.
Lebih lanjut, ia menginformasikan cara agar para penyandang disabilitas bisa mendapatkan alat bantu dari pemerintah. Hanya dengan mengirim KTP, foto orangnya, surat pengantar dari desa, dan pengantar dari Dinas Sosial di kabupaten/kota alat bantu bisa diassesment.
“Bantuannya tidak perlu ambil ke sini, karena kita langsung antarkan. Kita punya pendamping sosial disabilitas yang melakukan penjangkauan assesment agar tindakan lebih cepat,” pungkasnya.
Kendati demikian, lanjut Khalik, penanganan disabilitas di NTB tidak bisa semua dibebankan ke pemerintah provinsi. Dalam pandangannya, pemerintah kabupaten/kota wajib berurusan pada penanganan sosial terhadap disabilitas.
“Penaganan kota/kabupaten sangat minim pada penyandang disabilitas. Ini seharusnya tidak boleh terjadi karena mereka memiliki hak yang sama dengan orang pada umumnya,” bebernya. (DAA)