Mataram (NTB Satu) – Lagi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), meluncurkan kurikulum episode lima belas, yakni Kurikulum Merdeka.
Namun, sekolah dibebaskan untuk memilih apakah akan menggunakan kurikulum tersebut atau tidak. Khusunya, bagi yang bukan sekolah penggerak.
Mengenai Kurikulum Merdeka, Pegiat Pendidikan, I Nyoman Indhi Wiradika mengatakan, situasi pendidikan di masa pandemi, membuat kurikulum harus berubah dan sesuai dengan kebutuhan. Indhi menilai, Kurikulum Merdeka memiliki relevansi yang kuat dengan situasi terkini.
“Kurikulum ini (kurikulum merdeka) cukup sistematis. Kurikulum ini adalah bentuk penyederhaan dari kurikulum 2013. Bagi saya, kurikulum ini relevan dengan situasi dan kondisi pandemi saat ini,” ucap Indhi, saat dihubungi ntbsatu.com, 23 Februari 2022.
Dari Kurikulum Merdeka, Indhi melihat adanya upaya refleksi dari pihak terkait, dengan mengedepankan penyiapan strategi baru dunia pendidikan untuk bertahan di tengah amukan pandemi. Dari proses refleksi itu, kemudian menghasilkan satu fenomena, yakni learning loss.
“Kurikulum merdeka ini adalah hal yang wajar. Sebab, ini adalah hasil refleksi dari Kementerian untuk menghindari learning loss,” kata Indhi.
Mengenai poin Kemdikbudristek tidak memaksakan berbagai sekolah dalam penerapan Kurikulum Merdeka, Indhi menyebut hal tersebut sebagai tindakan yang positif.
Ditanya alasan, Indhi mengatakan situasi pendidikan kini tengah mengalami proses pembenahan dan berdamai dengan pandemi.
“Tidak memaksakan berbagai sekolah menerapkan kurikulum baru ini adalah hal positif. Sebab, berbagai sekolah kini sedang mengalami proses recovery. Kurikulum merdeka adalah solusi yang tepat bagi dunia pendidikan kita saat ini,” jelas guru yang kini aktif di gerakan 1000 Guru Lombok ini.
Menyoal tidak adanya pemaksaan dalam penerapan Kurikulum Merdeka bagi para sekolah, sekali lagi, Indhi menekankan masyarakat seharusnya tidak hanya melihat hasil dari produk kurikulum tersebut, melainkan bagaimana harus memulainya.
“Kita tidak perlu memikirkan bagaimana output dari kurikulum itu terlebih dahulu. Yang harus kita pikirkan adalah bagaimana mengupayaka proses start dari kurikulum ini,” saran Indhi.
Mengenai Kurikulum Merdeka yang baru saja diluncurkan, Indhi menyarankan, pemilihan kurikulum dibebaskan ke masing-masing sekolah. Hal yang lebih penting adalah sekolah harus bisa memilih dan memilah kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing.
“Yang harus diupayakan adalah bagaimana cara sekolah-sekolah memilih kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” tutur Indhi.
Ketika ditanyai pendapat mengenai kelemahan Kurikulum Merdeka, Indhi menjawab soal tantangan melaksanakannya. Menurut Indhi, aspek guru beserta tenaga pendidik, adalah hal paling penting untuk diperhatikan.
“Kurikulum Merdeka perlu menyiapkan pendekatan yang inklusif kepada guru, tenaga pendidik. Dengan adanya kurikulum baru, tentunya ada paradigma baru pula. Kemudian, yang sekarang harus dipikirkan adalah bagaimana paradigma baru itu disampaikan ke guru dan tenaga pendidik,” pungkas Indhi. (GSR)