LIPSUS – Niat Baik tak Selalu Berakhir Baik

Skenario pemotongan beasiswa dan menahan buku tabungan demi pemerataan jatah mahasiswa, justeru blunder bagi sejumlah kampus swasta di Kota Mataram. Dilatari niat baik, tapi mengabaikan  regulasi berujung maladministrasi, bahkan mengarah ke praktik korupsi.                 

Siang yang terik pada Rabu 17 November 2021, Sahabuddin meradang. Komisioner Ombudsman RI Perwakilan NTB ini nyaris naik pitam ketika melakukan klarifikasi ke seorang rektor di Mataram. Ruangan ber AC tak cukup mendinginkan perasaannya.

Sempat ada adu argumen soal keputusan rektor tersebut melakukan subsidi silang beasiswa yang ditransfer pusat. Namun Sahabuddin bergeming, bahkan memberi peringatan keras, bahwa tindakan rektor itu salah dari sisi regulasi apapun, karena bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek).

“Saya tanya, ada gak surat permintaan persetujuan ke Mendikbud sehingga kebijakan subsidi ini dikeluarkan?,” tanya  mantan pengacara ini.

Akhirnya adu argument itu berakhir dengan diplomasi. Pihak kampus luluh dan bersedia mengikuti rekomendasi Ombudsman. 

Total dana Rp 3,5 miliar akumulasi dari potongan beasiswa tahun 2018 – 2021,  diberi waktu untuk pengembalian bertahap sampai tahun 2022. Dana itu dicicil dan diberikan kepada mahasiswa yang berhak menerima.

Sumber Nyanyian Mahasiswa

Sengkarut beasiswa ini berawal dari temuan dua kampus , yang menahan dana beasiswa dari Kemendikbudristek. Seharusnya diperuntukan mahasiswa untuk membayar biaya pendidikan.

Hasil identifikasi, lamanya penahanan dana beasiswa mencapai enam bulan. Satu kampus mendapat dana Rp 700 juta, satu kampus lainnya Rp 400 juta,  dengan total akumulasi dua kampus tersebut Rp 1,1 miliar lebih. “Totalnya satu miliar lebih. Jadi gak tanggung tanggung,” kata Adhar Hakim, Jumat 23 Oktober 2021.

Temuan dua kampus ini rupanya memantik temuan lain di kampus berbeda. Sumbernya, “nyanyian” mahasiswa yang menduga praktik sama terjadi di kampusnya.  Ibarat permainan Hitting Mice atau permainan memukul kepala tikus yang nyembul, modus yang sama terungkap berantai di kampus berbeda.

Sampai akhirnya praktik yang sama ditemukan di lima kampus di Kota Mataram.  Modusnya beragam.  Informasi diperoleh ntbsatu.com, selaras dengan pengakuan mahasiswa dan temuan Ombudsman.

Data diperoleh,  praktik maladministrasi beasiswa Bidikmisi dan KIP Kuliah terjadi dalam dua versi.

Modus pertama, pemotongan  nilai totalnya Rp 3,5 miliar dari 212 mahasiswa, berlangsung sejak  tahun 2018, 2019 dan 2020, peruntukan beasiswa Bidikmisi Gempa dan KIP Kuliah.

Angkatan 2018 sebanyak 212 mahasiswa terdampak gempa, yang dipotong Bidikmisi  senilai Rp 2 juta selama 6 semester. Sementara untuk angkatan 2019 sebanyak 10 mahasiswa selama 4 semester. Kemudian ketiga, tahun 2020 adalah dana KIP Kuliah yang dipotong  senilai Rp 1 juta untuk 2 semester untuk 285 mahasiswa.

Modus kedua, menahan buku tabungan mahasiswa. Praktik ini ditemukan di salah satu kampus teknologi. Kampus tersebut menahan 150 beasiswa Bidikmisi mahasiswa  terdampak gempa tahun 2018 selama 7 semester. Nilai totalnya Rp 4,4 Miliar.

Namun akhirnya kampus itu mengakui dan akan mengembalikan hak beasiswa Bidikmisi itu, dalam tempo 14 hari.  Sejak Senin, 15 November 2021 lalu dan sudah tuntas.

Dari data tersebut, total jumlah kerugian tindakan penahanan dan pemotongan beasiswa dari lima PTS, yakni Rp. 9,1 milliar lebih.

Rektor dan Wakil Rektor I  dua kampus dengan dua temuan terbanyak, Rp 4,4 miliar dan Rp 3,5 miliar  pernah berusaha dikonfirmasi ntbsatu.com, namun enggan identitas dan nama kampus dipublikasi. Salah seorang rektor beralasan, kebijakan subsidi silang akibat miskoordinasi Kemendikbud yang saat itu menterinya Muhadjir Effendy.

Jumlah beasiswa yang diajukan 1.200, namun hanya disetujui 500 orang. Kebijakan subsidi silang diberikan kepada 700 mahasiswa.

Alasan yang sama dilontarkan salah satu WR III terkait ditahannya buku tabungan dan ATM 150 mahasiswa. Tapi penjelasannya tidak terlalu detail, karena alasan kewenangan terbatas untuk menjelaskan rinci kebijakan rektor.

Sejatinya, dalam Permendikbud Dikti maupun  Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) Wilayah VIII (Dulu Kopertis Wilayah VIII) tidak ada yang membenarkan adanya pemotongan atau pun penahanan  buku tabungan untuk kepentingan apapun.

Peraturan Sekretaris Jenderal Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 2 Tahun 2021 sudah menjadi ketentuan teknis pelaksanaan program KIP yang mesti dipatuhi oleh seluruh PTN dan PTS. Karena Program KIP Kuliah diberikan dalam bentuk uang tunai dengan rincian komponen biaya sebagai berikut : 1) bantuan biaya pendidikan,  2) bantuan biaya hidup dan 3) bantuan biaya pengelolaan.   

Maladministrasi Mengarah Korupsi

Solidaritas Masyarakat untuk Transparansi (Somasi) NTB berpendapat, temuan penyaluran beasiswa bermasalah ini bisa jadi potensi kerugian negara jika tidak segera diselesaikan. 

Petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis (Juklak dan juknis) penyaluran Bidikmisi dan KIP Kuliah sudah jelas. Penggunaan anggaran di luar dari ketentuan itu, tidak hanya maladministrasi, tapi praktik beraroma pidana korupsi.

“Apapun alasan, juklak juknis tidak diperbolehkan. Kalau kampus mau berdalih, harusnya ubah skenario transfer pusat, langsung ke kampus, bukan ke rekening inidividu mahasiswa,” kata Direktur Somasi NTB, Dwi Ariesanto menjawab ntbsatu.com, Rabu 12 Januari 2022.

Tapi skenario itu tidak akan dilakukan pemerintah pusat untuk mencegah praktik penyimpangan di kampus, sehingga langsung dikirim ke rekening penerima manfaat. 

Justeru ketika anggaran dipotong maupun buku tabungan ditahan, sama saja kampus membuat juklak juknis sendiri yang bertetangan dengan Permendikbud.

“Ndak bisa dong, kampus bikin juklak juknis sendiri kalau dengan alasan pemerataan. Itu sudah melanggar,” tegasnya.

Aturan sudah kelir tidak ada skenario lain selain aturan dari Permendikbud Dikti. Tapi jika untuk alasan adil dan pemerataan, justeru harus dikembalikan ke civitas kampus.

“Kalau alasannya pemerataan, potong saja tunjangan rektor, potong tunjangan dosen dan karyawan kampus, berikan ke mahasiswa yang tidak dapat jatah beasiswa. Jangan korbankan hak mahasiswa,” tegasnya. 

Kembali ke soal catatan dan peringatan Ombudsman, praktik yang dilakukan kampus dengan dalih niat baik untuk pemerataan bagi mahasiswa yang tidak masuk kuota beasiswa, tetap dipastikan seabagai maladministrasi mengarah ke pidana.

Pesan Moral Kampus

Bagi Asisten Ombudsman NTB Bidang Penanganan Laporan, Sahabuddin, niat baik boleh saja, tapi kali ini tidak pada tempatnya. “Niat baik tidak selamanya berakhir baik. Seperti ini jadinya,” ujar dia.

Tetap dengan asas praduga, pihaknya belum mengecek lebih jauh soal kebenaran subsidi silang dan praktik koruptif di balik penahanan buku tabungan.

Terkait fenomena kampus ini pemotongan dana beasiswa ini, setidaknya ada dua pesan moral yang disampaikan Somasi NTB.

Pertama, soal kepatuhan mengikuti juklak juknis yang ada. Mestinya,  kampus dari awal memperhitungkan potensi kejadian perbedaan usulan dengan realisasi. Kejelian kampus akan merubah aturan dari awal sehingga sesuai dengan  keinginan dan mencegah terjadinya maladministrasi.

Kedua, memastikan agar semua usulan yang disampaikan ke pusat itu   diterima semua. Menyerahkan kategori  beasiswa penerima sesuai syarat yang diajukan. Namun jika tidak sesuai, harus ada pengajuan  perubahan sebelum anggaran dieksekusi. (Haris Al Kindi)  

Exit mobile version