Pengusaha Walet Jadi Korban Broker, Polisi Periksa Oknum Notaris

Mataram (NTB Satu) – Laporan dugaan penipuan jual beli tanah seluas 17 hektare di Desa Kateng, Kecamatan Praya Barat direspons penyidik Polres Lombok Tengah.

Pengusaha sarang burung walet, L Ading Buntaran yang jadi korban dengan hitungan kerugian Rp 15 miliar pada tahun 2020 kini ada perkembangan penyelidikannya.

Kasi Pidum Satuan Reserse Polres Lombok Tengah, IPDA Ni Luh Titin Rahayu, Rabu (15/9) mengatakan, pihaknya sudah melakukan pemanggilan oknum notaris inisial W bersama rekannya.

Beberapa saksi di antaranya LW dan LT.

“Awalnya kami harapkan hadir Hari Senin kemarin, tapi pengakuan ada kegiatan lain, maka kami jadwalkan kembali Hari Rabu (hari ini, red),” ungkapnya, Selasa kemarin.

Dalam kasus ini, penyidik masih mengumpulkan keterangan sejumlah pihak terkait. Setelah itu, baru akan dilanjutkan pengembangan dan pendalaman sesuai pasal 576.

“Kami akan terus dalami kasus ini,” katanya singkat.

Sebelumnya, pengusaha sarang burung walet, L Ading Buntaran meminta pihak kepolisian Polres Lombok Tengah serius mengusut tuntas kasus dugaan penipuan yang 14 Oktober 2020 dilaporkannya.

Kuasa hukum korban, Hanan, SH mengaku, kasus yang menimpa kliennya ini dilaporkannya atas dugaan tindak pidana penipuan sesuai pasal 378 KUHP.

Dia menegaskan, dari tanah yang dijual Ading sepserpun belum dibayar. Katanya, uang pembayaran tanah dititip di salah satu notaris. Namun anehnya, sampai sekarang tak kunjung dibayar.

“Kamia minta kepada polres untuk serius usut kasus ini,” pintanya.

Sementara itu, bos sarang burung wallet yang juga pemilik tanah, L Ading Buntaran mengaku sangat dirugikan atas kasus ini.

Dia menceritakan, pada tahun 2017 pihak yang akan membeli tanah turun melakukan survey lokasi untuk melakukan pemetaan kemudian membuat izin lokasi.

Rencana tanah ini akan digunakan sebagai lokasi pabrik pengolahan ayam. “Sampai berjalan 2 tahun sekitar 2019 gagal dilakukan pembayaran secara total, alasan ada kendala karena belum bertemu dengan yang akan bayar tanah saya,” katanya sembari menceritakan alasan broker tanah tersebut.

“Kami transaksi tanggal 24 November 2019, namun sangat aneh kemudian pada keesokan harinya tanggal 25 muncul adanya surat pernyataan penitipan uang yang dikeluarkan secara resmi oleh pihak notaris,” ungkap dia.

“Artinya kami menduga adanya kesengajaan atau persekongkolan jahat antara pembeli dengan pihak oknum notaris,” sambung dia.

Atas kasus ini, Adding merasa dipermainkan oleh pihak Notaris dan broker pengadaan tanah perusahaan ini. (red)

Exit mobile version